Sabtu, 01 Desember 2012

lanjutan
Bagian 5




Aku terbangun dengan pemandangan samar sebuah wajah mungil yang menatapku lekat lekat.

“eerrgghhhmmmm…mbak yun, bikin kaget aja…” sapaku sambil mengolet dan berjuang membuka mata.

Mbak yun cuman tersenyum senyum, duduk bersimpuh di depanku sambil masih menatapku lekat lekat. Aku gulung majalah yang masih ada di tanganku lalu dengan canda ku pukulkan ke jidatnya. Dia tertawa.

Memang, setelah libidoku kalah telak dengan rasioku, alih alih menubruk tubuh seger yang dapat ku patikan akan menyambut entotanku dengan senang hati itu, tetapi aku malah menghidupkan TV dan membaca baca majalah sambil gelesotan di karpet dan bersandar di sofa tempat mbak yun tertidur. Rupanya udara panas siang itu juga mampu menyihirku, lalu aku juga jadi tertidur dan mbak yun bangun duluan lalu ikutan menjeplok di depanku sambil melihatku seperti itu.

“orang lagi tidur kok diliatin kaya gitu, emang tontonan? Dasar mbak rese ah!” protesku lanjut.

“halah…GR, lagian sapa juga yang liatin kamu dik? Hihihi…” jawabnya

Aku menatapnya bersila dengan hotpants itu, semerta merta libidoku bangkit kembali. Semerta merta rasioku menenangkanku lagi. Kejadian brengsek macam apa pula ini?...
Ku lirik jam tanganku, jam 15.15. welah, ternyata aku tertidur cukup lama.

“maaf, tadi pas aku pulang, mbak masih bobo, mau tak bangunin tapi keliatannya pules banget, makanya tak tungguin aja, eh malah aku ikut ketiduran sampe sore gini…yaudah, ayo siap siap mba, kita ke toko cari keperluan mba…ke matahari aja kali ya, satu tempat komplet semua…” kataku lagi sambil berusaha bangun.

Mba yuni tidak menjawab, hanya ikutan bangun sambil masil menatap wajahku. Tatapan yang ku kenal secara pasti. Tatapan yang sama dengan wanita wanita yang berhasil ku pecundangi dengan rayuanku, tatapan seorang wanita yang tertakhlukkan. Tatapan seorang wanita yang…jatuh cinta…dan itu menakutkanku!! Karena dia sama sekli bukan targetku dan tidak sedetikpun aku dapat membayangkan mbak yun falling in love dengan ku. It’s gonna be damned complicated kalo sampai terjadi. Tapi rasioku dengan jelas memaparkan alasan yang logis, apabila itu semua terjadi. Aku satu satunya orang yang mungkin dia anggap “baik” dalam tahun tahun belakangan ini, walau diakui atau tidak, semalem aku telah “memperkosanya”, hanya saja, perkosaan itu entah di anggap sebagai apa olehnya.

“oi! Haloo…! Ada orang di sana…??” godaku sambil melambai lambaikan tanganku di wajahnya.

“eh?”

“aku nanya, yang mau mandi mbak yun dulu aku aku dulu? Mendingan kita berangkat sorean, jadi waktuya bisa lega…” kataku lagi mengulang pertanyaanku.

“eeh, dik deni dulu juga ga papa deh…” jawabnya

“ato mandi barengan?” candaku

Dia hanya terkikik lalu mecubit pinggangku (lagi) “jangan nakal ah, aku kan kakak mu”

“hehehe…eh mba…anu…eee…semalem…aku minta maaf ya, aku bertindak sangat sangat kurang ajar kapada mba…eee…mohon mba sekali lagi memaafkan aku dan menyimpan kejadian itu di antara kita aja…ku mohon…” kataku terusterang mengungkapkan apa yang masih mengganjal di pikiranku.

Mbak yun kembali tersenyum, sebuah reaksi yang kurang bisa kuterka.

“ga papa dik, dik deni gak perlu minta maaf untuk itu…” jawabnya sambil tertunduk.

“sakit banget ya mbak? Aku liat mbak menagis pas tak gituin semalem, pastinya aku melukai mba banget ya? Aku mohon maaf banget ya mba…”

“iya ga papa, dah mbak bilang ga papa, toh mba juga bukan perawan, mba udah punya dua anak malah…jadi mba paham kebutuhan laki laki…hehehe…sebenrnya mba gak keberatan bantu dik deni melampiaskan…itu…maksudnya…kalau dik deni masih mau…mba…anu…juga gak keberatan…maksudnya…eh…anu…cuman…emang linu banget…abis…kegedean…” jawabnya terbata bata sambil tetap nunduk malu malu. Bikin tanbah gemes aja.

“tapi masa segitu sakitnya sampai bikin mba nagis”

“ooo…masalah nangis itu…anu…mba semalem agak kaget dan kacau…maaf kalau tangisan mba membuat dik deni merasa bersalah, maksudnya, dik deni gak usah merasa bersalah melakukan itu ke mba semalem…karena…mba juga…ee…anu…menikmatinya kok…”

“bener mba yun menikmatinya?”

Mbak yun tidak menjawab hanya ku lihat mukanya memerah, aku sih yakin bener dia menikmatinya, lenguhannya, orgasme nya yang berkali kali…dan toh sebelum ku sodokin kontolku di lobang memeknyapun, dia sudah basah banget…cuman, pengin aja denger dari mulut dia…hehehe…menjajaki sejauh mana wanita alim ini mampu ngomong jorok…

“iya…mbak menikmati, ee…malah mbak sampai…anu…berkali kali…”
Aku tersenyum geli, anyway, cukup segitu dulu kali ini, aku juga gak mau mendorongnya terlalu keras. Sambil menggeloyor aku menggandeng tangannya. Mbak yuni ngekor aja waktu ku bombing ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, aku melepaskan semua baju yang menempel di tubuhku hingga aku telanjang bulat. Aku dekati dia perlahan lahan. Mbak yun semakin menunduk, bahkan dari jarak ini, dapat ku rasakan detak jantungnya yang berdetak kencang macam marching band. Ku sandarkan punggungnya ke tembok kamar mandiku, tepat di bawah shower, lalu aku mundur selangkah.

Dalam jarak ini, aku tahu dia dapat melihat setiap sudut dari lekuk tubuhku yang emang sangat ku jaga dengan rajin nge gym ini.

“kalo gitu, mba bantu aku ya, aku terangsang lagi tadi pas melihat mbak bobo…aku gak minta banyak kok mba, cuman liat tubuh mba aja sambil…masturbasi…”

Mbak yun diam. Aku mulai beratraksi, pelan pelan aku mengocok kontolku sambil pandanganku menjelajah tubuhnya. Ku buat pandanganku setajam mungkin hingga dia pasti merasa tertelanjangi dengan tatapan mataku ini. Aku masih terus mengocok kontolku yang sekarang sudah hampir 100% tegang masih dengan ritme pelan. Mbak yun mulai bereaksi. Dia mulai mengangkat tangannya kearah kontolku. Aku menghentikan kocokan dan memberikan kesempatan untuk jari kecilnya yang mulai mendekati kontolku. Dia memegangnya, mengelusnya lembut lalu mulai meremasnya. Dan aku melenguh.

“gede…banget…” gumannya sambil terus mempermainkan kontolku

“mbak suka kontolku?” tanyaku menguji, sengaja aku gunakan kata kata yang hard core

“heheh…geli…mbayangin aja dah linu…”

“emang apa yang mba bayangin?” desakku

“heheh…eh…ya…mbayangin…melakukan hubungan suami istri kaya semalem…” jawabnya.

Hubungan suami istri??? Weleh, kata kata itu…semakin membuatku penasaran ingin membuat dia bicara kotor.

“mungkin linu karena…lorong vagina mba pendek, jadi langsung mentok ke dinding rahim…tapi dengan begitu malah…semua relung kewanitaan mba terjamah kan dengan penisku?” pancingku lagi

“eh..iya…kira kira begitu lah…mentok…”

“mba…”

“iya”

“aku boleh cium bibir mba?”

“eh?...boleh…” lalu dia langsung bengkit dan menyorongkan bibirnya ke bibirku sambil matanya setengah terpejam. Aku menahan kepalanya dengan kedua tanganku, menghentikan kecupannya sebelum sampai ke bibirku.

“eh? Kenapa?” tanyanya, nafasnya sudah semakin berat, aku tahu dia luar biasa terangsang sekarang, hanya sisa sisa kealimannya yang masih bisa membuatnya sedikit dapat jaim.

“bukan bibir yang itu” kataku sambil mengambil posisi jongkok
“bibir yang ini” lanjutku sambil mengelus pelan memeknya dari luar hotpants istriku yang dia kenakan.

“eh…maksudnya? Itu kan…anu…”

“ini kan juga bibirnya mba yun, bibir bawah, bibir vagina, boleh ya mba? aku ingin menciumnya…”

“eh…kalo…dik deni memang pengin beneran…mba…anu…eh, gimana ya dik, mba belum pernah…di cium…di situnya mba…”

“kalau mbak boleh, tolong bantu aku pelorotin celananya mba…” sergahku

Dengan ragu ragu mbak yun memelorotkan celananya, pelan. Rambut itu ku lihat tumbuh jarang jarang di bagian bawah pusar. Serining turunnya kolor hotpants yang dia tarik dengan tangannya, semakin ke bawah, rambut itu kelihatan semakin melebat…tetapi tidak juga lebat. Lalu lobang itu mulai terlihat celahnya, dan tidak perlu waktu lama, vagina polos mbak yun sudah terdisplay di depan mataku. Berwarna coklat tua, bibir yang sudah pernah mengeluarkan dua orang orok itu terlihat berkilat karena lendir yang mulai membasahnya. Aku memuaskan mataku memandang sorga dunia itu. Tak berapa lama, ada cairan yang menetes. Ough…ternyata mbak yun jenis cewe yang berlibido tinggi, dengan terangsang saja cairan vaginanya sudah menetes netes tidak karuan.

“dik…” desahnya memelas.

Aku tau apa yang mau dia katakana, sebelum dia berubah pikiran, bibirku sudah mendarat di atas lobang memeknya. Diapun melenguh tinggi dan secara reflek mencoba melengkungkan badannya ke belakang, menghindari sapuan bibirku di mulut memeknya.

“uuuuggghhhhttt…”

Tapi aku tidak kalah cepat, ku tahan pantatnya. Diapun terjajar ke belakang sampai punggungnya membentur tembok kamar mandi, tepat di posisi di mana aku menyandarkannya tadi. Gerakan mundur sudah tidak bisa dilakukannya. Aku mengangkangkannya dan menyelempangkan paha kanannya ke pundakku. Dengan begitu akses mulutku ke memeknya jadi terpampang luas. Memek itu terbentang pasrah beberapa cm dari hidungku. Tak kusangka memek mbak yun beraroma lain, seakan aku bisa mencium hormone kewanitaannya ikut mengalir bersama cairan memeknya.

Tanpa menunggu waktu lagi, aku mulai memproses memek yang menurut pengakuannya baru sekali “dicium” oleh bibir pria. Aku mengulum, menjilat, menyedot, menyeol nyeol itilnya dan menyodok nyodoknya dengan lidahku. Memek itu benar benar kunikmati. Dari ujung pusar di perutnya sampai lobang anusnya tidak luput dari garapanku. Mbak yun mendesah, tersenggal sampai menjerit dan meliuk liuknkan tubuhnya menikmati setiap sensasi permainan lidahku. Berkali kali cairan vaginanya membanjir, berkali kali aku tau dia orgasme. Tapi aku tak memberinya ruang untuk bernafas. Permainan silat lidahku terus menghajarnya sampai satu titik dia menjerit, terliuk ke belakang lalu ambruk ke samping. Dia mengalami orgasme yang ke sekian kalinya.

Mbak yun rubuh, mungkin kakinya sudah terlalu lemas untuk menopang badan mungilnnya. Aku merengkuhnya, meletakkannya di dalam pelukanku. Kita berdua duduk menjeplok di lantai. Badan lemasnya berlawanan 180’ dengan kontol tegakku. Masih di pelukanku, walau tersengal sengal mbak yuni sudah mulai tenang. Aku dengan sabar menunggunya sambil membelai belai rambutnya.

“mbak yun gak papa?” tanyaku

“heh..heh…heh…kamu…gila…dik…heh…tulangku…seperti…d i…lolosi…semuanya…lemes…banget…rasanya…” jawabnya dengan tersengal sengal

“yang tadi…mbak yun juga menikmatinya?” godaku sambil tersenyum

“heh… eh…mbak gak bisa…mengungkapkan dengan kata…kata…baru sekali ini…mbak…heh…heh…”

“tapi mba, aku masih belum jadi…liat nih, si jonny masih berdiri tegak…”

Mbak yun, masih dengan gerakan lemas berusaha mengusap kontolku.

“waduh…dik…mbak bisa pingsan kalau kamu sodok sekarang…tadi aja, mbak entah berapa kali…”

“hehehe…ya udah, kalau gitu istirahat aja dulu…”

“dik…tadi…itunya mbak…maksudnya…cairan mbak kamu telen yach?...”

Aku cuman tersenyum nakal

“makasih banget ya dik…” lanjutnya

Eh? Sumpah, pernyataan ini aku gak mudheng maksudnya apa. Aku hanya tersenyum, mencium sekilas bibirnya lalu mengangkatnya berdiri. Kusiram tubuhnya dengan air hangat dari shower. Kusabuni setiap mili tubuhnya, lalu aku pun mengguyur tubuhku. Kita kali ini “mandi” beneran. Sampai sehabis mandi pun aku handuki badannya, ku perlakukan dia bener bener istimewa, mungkin di pikirannya dia jadi ratu semalam…hehehe… Dan dia beneran masih gemeteran sampai aku selesai mengeringkan badannya dengan handuk dan mendudukannya di tepi ranjang. Lucu aja, mengingat mbak ku ini bukan perawan yang baru saja mengenal sex, dia sudah beranak dua.

Bicara tentang perawan, aku jadi teringat waktu memerawani Karin, anak seorang istri simpanan yang tinggal di rumahku yang kukontrakkan. Persis sama, Karin juga gemetar seperti itu selesai ku garap. Dan setelah beristirahat sebentar, dia malah yang mancing mancing minta tambah. Waktu itu, keperawanan anak kelas dua SMP dijual Rp. 7,5jt oleh ibunya, walau akhirnya aku kasih Rp. 12,5 dan bonusnya…well…long term…Karin bahkan sampai menyatakan sayang padaku, iblis yang telah membeli keperawanannya, plus ibunya juga bisa ku sodok kapanpun. Bahkan waktu kenaikan kelas ke kelas 3, mereka ku ajak berlibur ke jogja, dan kita 3 some di kamar hotel. What a sin.

Kembali ke mbak yuni, dia masih juga gemeteran setelah beberapa saat bersandar di dadaku. Dia sudah kering ku handuki, bahkan sudah ku pakaikan kimono istriku. Aku memangku dia di ranjang dalam posisi setengah duduk sambil memeluk tubuh gemetarnya. Tiba tiba, entah setan darimana yang merasukinya, dia berbalik menghadapku. Mengangkangiku, menyibak kimono kita dan mengarahkan kontol tegangku ke memeknya.

“eeeggghhhh…ayo dik, kalau gak di tuntaskan bisa bisa mba gemeteran terus…”

Aku memandang matanya sambil tersenyum, aku menduga duga, apakah dia terkena efek titik balik dari orgasme berkelanjutan (multiple orgasm). Ini hal langka, aku hanya membacanya di majalah pria. Dan tidak sekalipun dalam hidupku bermimpi dapat melihatnya.

Pantatnya turun sedikit demi sedikit pada saat mencoba melesakkan kontolku ke relung vaginanya. Dan seperti kemarin malam, mentok di titik 50-60% dari panjang kontolku. Mbak yun manatap mataku, aku tersenyum penuh arti.

“EH, tunggu dik, jang…ACHHHKKKG !!!”

Mbak yun tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena aku sudah mendahuluinya dengan sodokan kuat. Tubuh mungilnya terlempar ke atas, lalu terjatuh lagi dengan kontolku masih bersarang di memeknya. Kubiarkan dia mengambil nafas.

“oogghh…gedhe…banget…dik…”

“apanya yang gedhe mbak?” tanyaku berbisik

“punyamu…”

“apaku?”

“punyamu dik…”

“namanya apa mba?”

“oo…pen…penis…”

“aku lebih suka bahasa jawanya mba…namanya apa?”

“egh…kont…konthol…mu…dik…gedhe…banged…mbak…heh…mba k…suka…enak…”

Aku mengubah posisi, menelentangkannya, kedua kakinya kini mencuat ke atas, dengan lembut ku taruh di kedua pundakku. Lalu sambil menatap kedua matanya, aku bertanya lagi.

“namanya apa tadi mbak yun? Yang bahasa jawa?”

“ehh…kont…kontHOUGHHLLLGHHHKKKKKKKKK…KKKHHGGGG…EGH G…EGH…”

Sekali lagi sebelum dia menyelesaikan kata itu, aku sudah menderanya. Kali ini posisiku dominan banget, Man On Top. Kedua kakinya yang aku selempangkan ke pundakku membuka akses seluas dan sedalam dalamnya terhadap memeknya. Sodokankupun langsung aku mulai dengan RPM tinggi. Kali ini bukan hanya menghentak, mbak yun benar benar menjerit. Puas menghentak dinding rahimnya, aku putar pantatku, diameter kontholku yang memang sudah menyesaki lorong memeknya memilin, menggesek tiap inci dari relung vaginanya. Jeritan itu berubah menjadi lolongan panjang. Hampir 20 menit aku menggoncang dunia sempit mbak yun dalam posisi itu ketika dorongan itu mulai mendekat.

Aku sudah mau sampai, ku percepat sodokanku. Mbak yun sudah tidak nampak sebagai wanita alim berjilbab lagi, dia mengerang, melolong dan menjeritkan kalimat kalimat kotor.

“AARGGHH..ANNJJJIINKK…ANJJJINKK…ENAGGGHHH…OOGGHH…D ALLLEM BANGGEEDDD…KONNTHHOL…AAARRRGHH…ACH…ACH..ACH…ACH…AA A…MEMEKKUU…ACHH..NJJINKK…ENTOT AKU DIK…ENNNAGH…AARRGHHH…EEGGHH..NNNTOOT MEMEKKU DIKK…DIKKK…ANNNJIIINKKK…AGHKUU…KELUARRR…ANJJJINKKK …TERUUUUSSS…!!!!”

Spreiku sudah basah tak karuan rupa, cairan memek dia seakan tidak berhenti mengalir dari orgasme ke orgasme yang di dapatnya. Gencotanku ku percepat…RPM sangat tinggi…mbak yun melengking…dan sesaat sebelum aku menyemprotkan spermaku ke liang memeknya.

“AGH…!!” mbak yun tersentak ke belakang dengan keras lalu tiba tiba terdiam.

Apa boleh buat, aku terlanjur sampai di ujung, dengan membenamkan kontolku sedalam dalamnya, aku memuntahkan spermaku ke rahimnya.
CROOTT…CROTTT…CROTTT…CROTTTT…CROOTTTT…CROTTTTT…

Lemas, tapi aku langsung menepuk nepuk pipinya, sempet takut campur panik gitu…

“aaaa…hhhh…”

Ada desahan lirih dari mbak yuni…selamat ternyata dia tidak pingsan atau kenapa kenapa…
Akupun langsung tumbang diatas tubuhnya. Mbak yun dengan sisa sisa tenaganya mengangkat tangan dan memeluk punggungku. Tapi tak berapa lama tangan itu terkulai lemas lagi.

“hehehe…gila, mbak yun luar biasa, aku sampai lemas banget…” kataku tersenggal senggal.

“vaginaku…rasanya mau jebol…heheheh…” jawabnya, ternyata sopannya sudah balik.

“sakit?”

“enaaakk…”

Lalu kita tergelak bersama, malam itu kita tidak jadi belanja, melihat kondisi mbak yun yang tidak memungkinkan. Dia beneran lemes, sampai mau nonton TV aja minta gendong…manjanya ngalahin ABG. Belanjanya kita reschedule besok saja. Besok, aku juga berencana mengambil cuti, untuk “menemani” mbak ku tersayang.

---
To be conticrot...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar