Sabtu, 01 Desember 2012

Bagian 8

Aku membalik Koran sabtu itu dengan enggan sambil bertengger di kursi santai samping kolam koi belakang rumah, relax sehabis mandi pagi di hari libur yang tenang itu. Aku memakai celana kombor putih dan baju dalem santaiku. Aku cuek kalau celana gomborku tidak menampung juniorku dengan sempurna. Jadi mahluk tengil itu kubiarkan leluasa menerobos celah di kaki celanaku sambil mengintip matahari pagi. Junior juga kadang pengin berjemur…hehehe…

“ini pah kopinya” suara latri terdengar

“yup taroh aja di situ…” kataku sambil melirik sedikit dan masih sedikit focus ke Koran.

Lirikan sekilas itu ternyata tidak sebanding dengan efeknya. Posisi latri yang membungkuk menaroh kopiku di meja pendek itu membuat bagian leher kaos longgar yang dia kenakan membuka cukup lebar untuk ku dapat melihat BH coklat mungil yang membungkus dada kecil imutnya. Semerta merta junior bangkit. Dan kebangkitannya yang mendadak itu tentunya menghasilkan gerakan yang mengundang perhatian, karena junior memutuskan untuk bangkit di luar celana, menerobos celah lobang kaki celana yang gombrong.

“ah!” latri sepontan sedikit terlonjak, sambil memalingkan muka ketika melihat proses itu.

“halah kaya ga pernah liat punya papa aja kamu lat…dua kali lho papa mergokin latri ngintip papa ama mama berhubungan di sofa ruang tengah” aku membela diri tak kalah sepontan

“eh…iya, abis latri…kaget…eh, anu pah, soal ngintip itu…latri minta maaf, waktu itu…anu pah…mama…mendesah cukup kenceng…jadi kedengeran latri…jadi penasaran…eh…maaf kalau itu membuat mood papa jadi down saat…ngegituin mamah…” jawabnya terbata bata

Aku garuk gruk kepala sambil ‘menyimpan’ si otong kembali ke kandangnya. Kalau ku katakan, aku tambah terangsang waktu liat dia ngintip karena di dalam bayanganku dialah yang ku entot…wedew…

“eh, jadi kamu penasaran, lalu cepet cepet ngambil dildo mamah buat masturbasi sambil ngintipin mamah papah ML? Mmm… ada sesuatu yang bener-bener harus kamu klarifikasi!” kataku dengan akting sok marah

Latri menunduk di depanku, mimik mukanya kelihatan takut, tapi aku tahu matanya masih lirak lirik ke juniorku, aku biarkan itu.

“betulkan?” desakku lebih lanjut, masih akting sok marah

“iya pah, maaf itu memang mainan burung-burungannya mama…latri lancang minjem, tapi sudah latri cuci dan balikin lagi kok…tapi latri salah, latri mohon maaf pah…” jawabnya polos dan sepontan jujur. Satu lagi yang kami suka dari latri, dia jujur dan mau bertanggung jawab. Tidak seperti pembantu lain yang lebih suka ngeles.

“maksud papa…hrmm (dehem krn canggung) walau dildo itu ukurannya sedikit kecil, tapi kalau kamu masukkan semua ke…vagina kamu…itu bisa merobek selaput keperawananmu…”

Latri mendengus dan tersenyum malu malu sambil masih menunduk

“emang latri udah gak perawan pah…” katanya kemudian dengan enteng.

“itulah kenapa…latri malu sekali dengan kata kata latri semalam ke papah, latri…saat itu seperti mengingkari status latri sendiri…yang cuman…pembantu dari desa…yang sudah mendapatkan kasih sayang sedemikan banyak dari keluarga ini…malah masih mau lancang mengharapkan papah…maafin, latri serakah…dan di lagi pula, latri juga tidak ada yang bisa di persembahkan ke papah, misalkan papah…menghendaki…eee… maksud latri…anu…kan latri…” lanjutnya

“ayolah lat, kamu tau kami menyayangimu, kami tidak pernah melihat back ground kamu…eee…kalau kamu tidak keberatan, papa pengin tau masa lalu kamu, kok sampai latri bilang sudah tidak perawan itu gimana? Coba coba dengan pacar kamu, atau…padahal latri kan baru 17 tahun…” ujarku memotong ucapan terbata-batanya sambil menggeser posisi duduk dan menepuk nepuk bantalan kursi yang aku duduki, memberi isyarat kepada latri untuk duduk di situ, berbagi kursi

“ehmm…” latri mulai ceritanya dengan senyuman kecut, dia mengikuti isyaratku dan mulai duduk di sebelahku, berbagi kursi
“latri tidak perawan bukan karena coba coba dengan pacar pah, tapi karena bapak latri…” lanjutnya

“hah!! Maksudnya?” aku kurang mencerna penjelasannya
“kamu di perkosa sama bapak kamu?” aku masih mencari penjelasan, karena setahuku latri sudah yatim sejak beberapa tahun, kalau aku gak salah denger berita, ayahnya meninggal dalam kecelakaan KA. Tapi kalau ada pengalaman kekerasan sexual, mungkin dia termasuk anak yang kedepannya memerlukan perlakuan khusus, biar tidak terjadi trauma. Well, as I told you, kami sekeluarga menyayanginya.

“bukan begitu pah…latri emang sudah tidak perawan dari SMP…karena keperawanan latri di jual sama bapak untuk menutup hutang judinya…” lanjutnya dengan getir “lalu emak tau, emang emak tidak melaporkanya ke polisi, tapi emak langsung minta cerai ke bapak dan melarang bapak mendekati keluarga kami, bapak langsung pergi dan tak berapa lama kemudian kami dengar bapak menjadi korban kecelakaan kereta arah ke Jakarta…”

“eh? Oya?” serius aku terkejut, ternyata latri yang selalu ceria mempunyai masa lalu yang demikian tragis.

“trus? Eh, maksud papa, pas kejadian itu kenapa kamu nurut aja? Kenapa tidak berontak?” tanyaku lebih jauh.

“saat di kamar dengan orang itu, latri marah, takut dan perasaan benci banget sama bapak, latri berontak, menagis dan mencoba lari, tapi dia mengancam akan membunuh latri dan ibu kalau latri tidak menurut…latri lalu menurut karena ancaman itu kelihatannya tidak main main, dia preman dan rentenir yang cukup terkenal ganas di daerah kami dan katanya memiliki backing aparat…lalu saat orang itu menelanjangi latri dan mulai menciumi latri, meraba raba serta menjilati dada larti, latri jadi…eh, anehnya latri jadi tidak takut lagi, malah lebih ke gemetaran yang aneh, trus, malah anehnya latri jadi menurut karena tidak bisa menahan getaran itu…lalu dia mulai kangkangin kaki latri dan berusaha masukin burungnya ke lubang latri…lebih aneh lagi, latri tambah nurut aja, malah seperti penasaran gimana rasanya…”

“eh? Oya?” potongku singkat berusaha mencerna cerita latri

“maksud latri…eh…tapi baru saja burung orang itu masuk sedikit ke…lubang latri…dia langsung…ehm…muncratin…anu…eh, lalu trus dia langsung selesai…dan…jadi malah langsung lemas…jadinya…latri malah jadi…gemes…maksudnya, penasaran gitu…lalu…latri tunggu kali aja dia mencoba lagi, tapi, dia malah langsung keluar kamar dan ngobrol sama bapak, tak lama kemudian latri di ajak pulang…dan karena…eh…itu…latri malah jadi…ketagihan…eh! Emm…maksudnya penasaran…” lanjutnya terbata

Aku bengong…
Padahal kalau pada saat itu benar benar tidak terjadi penetrasi, kemungkinan dia masih perawan…
Tapi aku (entah kenapa) tidak mau mengutarakan kemungkinan itu, well paling enggak latri tidak trauma dan kalau dia tidak menngalami hal yang dia alami tersebut mugkin kejadian ini tidak akan pernah ada.

“trus?” tanyaku penasaran

“ya walau latri penasaran, tapi latri tetap gak berani ngajak gituan sama laki laki pah, karena menjaga nama emak di kampung juga, lalu ada temen latri yang membawa film di HP…tentang cewek yang main mainin miliknya sendiri…katanya namanya masturbasi…latri coba coba…dan ternyata…eh, makanya sejak saat itu…latri jadi ketagihan…eeee…maksudnya keterusan…anu…masturbasi…”

“oya?” aku garuk garuk kepala, dia mengangguk. Seperti cerita fiksi aneh dari film bokep JAV murahan. But what the hell…

“trus, apa yang pernah kamu…eghmm…masukin? Maksudnya pas masturbasi gitu…” tanyaku lebih lanjut, setelah tahu dia tidak mengalami kekerasan sexual yang dapat membuatnya trauma, aku malah jadi penasaran bagian masturbasinya cuy…maklum aku lelaki normal… well, lelaki bejad tepatnya!

“awanya ya cuman jari pah…lalu akhir akhir ini latri menemukan…mainan mamah…”

Aku garuk garuk kepala lagi, dan juniorku semakin ngaceng mendengar cerita itu…

“lat…” kataku sambil menelan ludah.

“ya pah…”

“kamu masih penasaran sama punya cowo yang asli?” Gila! Aku sendiri tercekat ama kata kata yang barusan aku ucapin. Goblok! Bego! Tolol!

“ah, papah…malu ah…”

“kalau papah minta latri pegang punya papah, latri mau gak?” ujarku lebih lanjut.
Terlanjur basah man! Well, dalam hal ini terlanjur kentang! Anjriitt!!! Apa yang gw lakukan???

“mau! mau banget pah!…eh, anu…ee…maksudnya…jangankan cuman disuruh megang punya papah, papah suruh latri megang bara api sekarang juga latri pegang pah! Jasa papah dan keluarga ini besar banget untuk latri bisa bales…” katanya sok diplomatis

Eh?

Latri mulai menggerakkan tangannya (awalnya sedikit canggung) untuk memegang kontolku

“ough! Tangan kamu anget banget lat…” aku berkata sambil menikmati genggaman dia

“ehhh…kok…gueedee bangedd sih pahh…? Latri kira mainan mamah udah gede…burung rentenir yang dulu membeli latri lebih kecil lagi dari burung burungan mamah…” katanya sambil memegang kontolku dengan dua tangan, menyusuri figurnya dari pangkal ke ujung dan melakukan gerakan meremas remas gemas sedangkan matanya melotot melihat siluetnya yang tercetak di balik celana.

Aku hanya tersenyum, tanganku pun tidak diam saja, aku meraih ke depan dan sukses mendarat di dadanya. Aku membelainya pelan. Mungil…imut…kenyal sekaligus lembut…benar benar khas dada ABG… latri mendesah…dan memandangku sayu. Tanganku bergerak ke samping tepat di ketiaknya. Dengan sekali sentakan latri ku angkat lalu ku dudukkan di pangkuanku. Kami berhadapan. Mata kami bertemu. Pandangannya tajam, menantang. Sedangkan aku…kembali di landa keraguan.

Aku berada dalam posisi duduk sekarang. Kakiku menjuntai menapak lantai. Sedangkan latri berada di pangkuan pahaku dengan posisi kedua kaki mengangkang dan menghadap kearahku. Dalam posisi itu, selangkang kami memang belum saling menggesek, tapi jaraknya hanya hitungan centi. Aku memeluk pinggulnya, sedangkan tangannya masih berusaha mengkucel kucel kontolku. Pandangannya lurus ke mataku. Anak 17 tahun ini membuatku grogi. Aneh…

Beberapa lama aku cuman mematung, bimbang antara nafsu dan akal sehat, sampai latri meremas lagi senjataku dari luar celana. Kucengkeram erat pinggulnya. Kutarik maju sehingga posisi selangkangan kami saling menempel, walau barang kami masih ada di dalam celana masing masing.

Latri mendesah tertahan. Tanganku merambat naik ke punggung dia, kurasakan geronjal kecil, tali belakang BH dia. Tanganku terus naik, mengusap dan menggenggam tengkuknya. Lehernya yang kecil hampir muat ku genggam dengan sebelah tanganku. Lalu tanganku bergerak maju, mengusap pipinya, bibirnya yang mungil namun merekah itu tak lepas dari sentuhan jari jariku. Latri mendesah, alih alih dia memejamkan mata, pandangannya malah lebih tajam menusuk mataku. Ku usap rambut bagian belakang dari kepala kecilnya, tanganku bergerak ke dagunya dan perlahan kutrik ke depan untuk mendekatkan bibirnya ke bibirku. Dia belum juga menutup matanya. Sampai bibir kami bertemu dan desahan kecil itu kembali tersedengar dari mulutnya.

Sama seperti French kiss kita yang pertama, ciuman demi ciuman ku daratkan dengan penuh penghayatan di bibir dia, lidah kami pun saling membelit. Suara cepakan dan cecapan terdengar dari bibir dan lidah kami dalam balutan air ludah yang kami pertukarkan serta berpadu dengan nafas kami yang saling memburu oksigen di sela sela jeda longmarch kegiatan silat lidah kami. Namun bedanya kali ini dia dengan berani memeluk bahuku dan mengusap-usap tengkukku seiring ritme yang tercipta di antara kami, sedangkan tanganku mengelus, meremas dan menjelajahi pantat mungilnya serta mendorong dorongnya ke depan untuk menggesekkan selangkangan kami. Dia menanggapinya dengan semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku.

Foreplay yang panas dan romantis

Kegiatan saling belit itu berlangsung agak lama, aku memang sangat menikmati moment ciuman dengannya dan tidak ada alasan untuk tergesa gesa. Namun seiring waktu, ciumanku kupadu dengan cecapan dan jilatan ke leher dan telinga latri. Latri seperti tidak mau kalah, ciumannya pun mendarat bertubi tubi di wajah dan leherku.

Sejenak kurenggangkan jarak tubuh kami, wajah kami pun menjauh. Kutatap matanya, latri balas menatapku. Sekian lama kami membisu dan bertukar pandang. Mengatur nafas. Mengatur ritme. Dan aku menanyakan sekali lagi kehatiku, benarkah aku menginginkan ini?

Tiba tiba latri melengkungkan badannya ke belakang, dia menggunakan tanggannya untuk menyangga tubuhnya dengan menumpukannya ke ke-dua lututku. Dada kecil itu sekarang tersaji dengan menantang di depan mataku, dia menatapku seakan menantang. Dan dia tersenyum, misterius, aneh sekaligus menggairahkan. Latri sejenak melirik dadanya sendiri lalu kembali menatapku. Masih dengan senyuman menantang.

Menerima tantangan itu, tanpa menunggu lama lagi, kususupkan wajahku ke dadanya, ku kenyot kedua buah dada kecil itu dari balik kaos dan BHnya yang masih terpasang. Sejenak bermain di permukaan dadanya, tanganku mulai menelusup ke balik bajunya. Dia mendesah, dengan masih melengkungkan badannya ke belakang. Suara desahannya semakin menjadi.

Mulutku bermain main di perut datarnya ketika kedua tangganku menyingkapkan kaosnya. Latri mendesah lagi, lalu membantuku untuk membuka bajunya sendiri. Payudara kecil itu masih terlindung BH berwarna krem, tapi salah satu putingnya sudah sedikit mengintip keluar dari BH kecil yang ternyata masih sedikit kegedean buatnya. Puting itu cerah, berwarna merah muda segar dan menantang, wujudnya sebesar ujung jari kelingking serta tampak sudah mengeras. Semerta merta kudaratkan lidahku dengan gerakan menyapu ke atasnya.

“aaaaagggghhhhh…” latri mendesah panjang seiring sentuhan lidahku di permukaan putingnya

Sejenak kemudian, BH nya sudah tanggal di lantai sedangkan sapuan dan jilatan itu sudah berubah gaya menjadi kenyotan dan empotan halus. Kedua tangannya yang tadinya bertumpu di lututku berpindah ke leherku, sambil bergelayutan mesra. Aku menyapu seluruh permukaan payudara kecilnya dengan bibir dan lidahku. Tanganku melingkar dipinggul kecilnya untuk membantunya mempertahankan posisi itu. Sengaja ku pertahankan untuk menyentuhnya seringan mungkin agar muncul efek geli yang berdasarkan pengamatanku dari rangsangan-rangsangankuku beberapa saat tadi, aku ketahui semakin mengangkat birahinya. Latri semakin menggeliat geliat liar. beberapa saat kemudian, tubuhnya mengejang menyentak nyentak, kakinya yang sebelumnya menjuntai mengapit erat pinggulku di sertai pekikan keras.

“aaaakkkkkkhhhhh…”

Lalu tubuhnya terhempas, kepalanya tersandar lemas di bahuku dengan kaki masih mengangkang, selangkangannya bergesekan dengan selangkanganku. Dadanya yang sudah mulai berkeringat menempel erat di dadaku. Terengah engah dia berusaha berkata…

“papaaaah…eehhh…hhhh…latttriiihh…eehhh…hehhh…hehhh …” katanya sambil memelukku lebih erat. Badannya masih melejat lejet lemah lebih lanjut.

Kurasakan celana di atas memeknya basah kuyup, rupanya dia mendapatkan orgasme. Seperti bekas yang ku temukan di lantai beberapa saat setelah dia orgasme waktu masturmasi sambil mengintip aku dan istriku yang sedang bersenggama, ternyata dia jenis cewek basah. Lendirnya banyak banget. Jenis cewek kayak gini ini biasanya cepet banget orgasme, tapi juga langsung lemes setelahnya karena produksi hormone yang berlebih, tapi cepet panas lagi, sebagian besar cewek dengan type ini mampu menghandle multi orgasme, sebagian lagi langsung lemas setelah first-O.

Tapi cewek jenis ini bisa di ajak longmarch apabila melakukan hubungan sex, karena lendirnya yang terus menerus keluar, jadi tidak membikin Mr. P lecet. Salah satu jenis cewek favoritku. Pernah aku menggarap ABG setype dengan dia, semalam mampu melayaniku tujuh kali, tapi esok paginya dia tepar. Dan dua hari kemudian meneleponku untuk mengajak ngesex lagi, gratis katanya…ketagihan dia rupanya. Hehehe…

“kamu sudah dapat orgasme lat?” kataku sambil tersenyum menatap matanya, tubuhnya sekarang sudah agak menjauh, sehingga kami dapat saling berpandangan. Tangannya masih bertengger di bahuku dan nafasnya masih ngos-ngosan. Kulirik dada kecil itu…kenceng. Ampun DJ! Mana tahan…

“ah, papa nakal…” jawabnya singkat smbil tersenyum juga di sela senggalan nafasnya

“pindah dalem yuk, di sini dah mulai terik mataharinya…” ajakku

“ayuk pah…”

“di kamar papah atau di kamarmu?”

“di kamarku aja pah…”

“napa?”

“biar keliatan papah yang nakalin latri…hihihihi…”

Aku mencubit hidungnya dan mulai berdiri sambil menggendongnya. Seperti menggendong anak kecil di depan, kakinya melingkar di pinggangku otomatis memek basahnya menempel ketat di kontol tegangku. Sedangkan tangannya menggelayut manja di leherku. Kepalanya dia sandarkan ke pundakku. Sengaja sambil menggendong aku remas remas pelan pantatnya sambil mengobel pelan daerah lobang pantat dan lobang memeknya. Sambil menyandarkan kepalanya ke pundakku, kudengar dia mendesis desis halus. Kurasakan cairannya tambah membanjir. Apalagi seiring langkah kakiku, kelamin kami saling menggesek dengan cara beradu yang (menurutku) erotis. Kontolku tambah kencang, libidoku naik, nafsuku sudah tak tertahankan. Kali ini, memeknya yang memang sudah tidak perawan itu pasti akan ku jelajahi setiap inci pada relung kenikmatannya.

“ackhhh…” erangnya pendek saat aku membaringkannya ke ranjangnya sendiri sambil dengan sengaja menyorongkan senjataku ke selangkangannya. Matanya, seperti sebelumnya, menatap, kali ini diantara senyum anehnya, latri meggigit kecil bibir bawahnya. Erotisme Lolita…ancurrr...

“aaahh…papah nakal…” desahnya lagi sambil tersenyum lebar

Aku meringis sambil mengangkat-angkat alisku dengan mimik om-om genit. Hehehe…

"peluk latri lagi pah..."

Hmmm...

Aku memutuskan untuk tidak memeluknya kali ini. Lagipula, aku masih ada janji untuk menghukumnya, dan itu akan ku lakukan. Hehehe…becanda. Kupegang kedua betisnya, lalu ku kangkangkan kakinya. Dengan gerakan lemas kakinya mengikuti arah tanganku. Aku meliriknya sekilas sambil tersenyum simpul. Matanya seolah bertanya apa yang hendak aku perbuat. Tanpa basa basi ku sorongkan mulutku kearah memeknya dan mulai menjilat, menyedot bahkan menggigit gigit kecil bukit mini itu dari balik celana hotpantsnya.

“papah!... agggghhttthtt…” latri bereaksi sepontan saat mulutku mendarat di permukaan memeknya dari luar celana. Sepontan pula sentoran cairan panas melanda mulutku. Luapan cairan orgasme ataukah squirt? Aku tidak peduli, semakin membanjir itu memek, semakin keras aku menyedot. Latri tersengal, mengejang dan menggelepar gelepar menghadapi gempuranku. Entah berapa kali anak 17 tahun itu sudah orgasme dari awal ciuman kami.

Tanganku menggenggam kolor hotpantsnya, pelan pelan ku tarik celana itu ke bawah. Latri membantu dengan sedikit mengangkat dan mengejang kejangkan pinggulnya. Tak lama kemudian barang itu terpapar di depanku.

Tak ku sangka, vaginanya begitu merah-muda, dengan rambut yang masih sangat jarang jarang. Sisi luar bibir vaginanya terbelah dengan sempurna dan menonjol dengan cantik. Elegan namun imut. clitorisnya berwarna sedikit lebih cerah dari daerah labia minora atau bibir vagina-nya. Dengan gemetar ku sibakkan bibir vagina itu dengan jempol kananku. Lorong itu terlihat berkerut kerut eksotis, setiap lekukan mengkilat dilapisi cairan yang seakan tidak pernah kering. Perlahan ku elus clitorisnya dan terpampang pemandangan yang membuat darahku berdesir sampai ke kepala. Memeknya mengedut dengan sentakan-sentakan spontan. Memeknya…Empot Ayam!

Kepala latri masih tergolek lemas ke samping seakan masih menikmati orgasme yang barusaja di berikan oleh permainan mulut dan lidahku dari luar celananya. Tanpa dia sadari, aku sudah melepaskan celanaku dan mengarahkan penis tegangku ke lobang vaginanya. Sebenernya aku masih pengin mengenyot barang itu, tetapi kedutan tadi membuatku tidak kuat menahan lebih lama lagi untuk menusuk dan menjelajah relung yang sudah menganga pasrah di hadapanku ini. Aku mulai menggesek gesekkan kepala penisku ke permukaan bibir memeknya. Latri masih tergolek sambil terpejam, walau memeknya bereaksi dengan mengirim kedutan kedutan erotis yang membuatku semain gila. Lalu…

BBBBLLLLESSS…
Pelan tapi pasti lobang itu akhirnya aku tembus…

“aaaagggghhhhhh! Paaaaapaaaaah!” erangnya panjang sambil berusaha menarik kepalanya keatas untuk melihat memeknya yang mulai tertembus rudalku…sekilas kulihat matanya nanar melotot, menandangku panik saat merasakan kontholku menyeruak lorong memeknya. Masuk...masuk…mili demi mili, lebih dalam…dan semakin dalam…

Terlambat latri!! semua sudah terlambat kini… papa brengsekmu ini tidak dapat menahan gejolak libidonya lagi…

Tiba tiba…
JDUK! Eh?

“mentok??” tanyaku di dalam batin…Lalu…

SLUPT…SLUPT…PTETTT…PTETTT…SLEPT…SLEPT…!!!

memeknya bereaksi terhadap benda asing…empot ayam itu secara reflek memeras penisku yang baru ¾ masuk ke lorong memeknya.

Memek yang cetek, empot ayam serta becek banget…Kombinasi aneh tapi luarrr biasa nikmatt…

Dan aku pun mulai memompa!

Kugenjot dia dengan ritme pelan, aku mulai dengan RPM rendah, pinggulku dengan telaten kugerakkan maju mundur, berputar dan kuselingi gerakan gerakan zig-zag secara ritmik. Latri sudah tidak sanggup lagi menatapku, matanya kini membalik ke atas bersamaan dengan lenguhan dan goyangan kepalanya mengikuti ritme goyanganku. Tangannya menari narik sprei dengan kuat, dia mendesah, melenguh dan meracau. Aku tingkatkan RPM goyanganku. Dia mendelik, lenguhannya semakin keras. Memeknya tek henti henti menyemburkan lendir putih licinnya. Rasa licin, panas disertai emputan ayam dan pentokan dinding rahimnya di ujung penisku membuatku serasa melayang. Terbang!


Kuraih pinggulnya dengan kedua tangan untuk memaksimalkan efek goyangan pinggulku. Masih dalam posisi MOT, aku menghujamnya dengan telaten dan variatif. Suatu waktu aku bergerak secara konvensional, maju-mundur, di kombinasi dengan gerakan memutar dan memilin, di lain waktu ku gerakkan pinggulku dengan arah keatas-bawah seperti mencungkil-cungkil. Sesekali waktu, aku memberinya kesempatan bernafas dengan menghentikan sebentar gocekan pinggulku, tempo itu aku gunakan untuk kembali mencecap putingnya yang semakin menantang itu.

Kepala latri yang tergolek ke samping aku tegakkan, sehingga sekarang dia terlentang dengan sempurna, penisku masih dengan nyaman bersarang di relung vaginanya. Dengan gaya kodok, aku masih menelungkupi tubuh mungilnya, tapi tidak langsung menindihnya. Kuelus kembali rambut ikalnya, ku singkirkan beberapa helai yang jatuh dan lengket di wajahnya karena keringat. Matanya sayu membuka, sambil berusaha mengatur nafas dia tersenyum. Latri mengangkat sedikit kepalanya sambil membuka bibirnya. Isyarat minta cium.

Dan kami kembali ber French kiss. Dalam dan intim…

Persetubuhan ini memang aku bikin se-relax mungkin, di dalam pikiran jahatku, aku ingin menanamkan kesan yang dalam di benak latri, agar prosesi seperti ini bisa berlangsung secara kontinyu. Damn !! Sebut aku banjingan, tetapi kalau kalian tidak memungkirinya, hal itu juga yang ada di benak kalian kan?

Cplup…

Bibir kami terlepas dari FK yang dalam

Dan aku mulai mengayuh lagi, aku mulai dengan RPM rendah lagi, hanya kali ini aku variasikan dengan hentakan hentakan kuat sesekali tempo. Vagina latri mulai bereaksi kembali, walau pinggulnya masih passive, mungkin karena lemas, tetapi relung vaginanya benar benar aktif, mengempot dan memilin penis ku yang menjelajahinya.

“aaaaa…AAGHH!!! …aaaa…AGGHH!!! …aaaa…AGGHH!!! …aaaa…AGGHH!!! …”

Latri mendesah seiring tempo hentakanku. Sebenarnya aku masih ingin berlama lama, toh tidak ada yang mengharuskan kita terburu buru. Tapi kelihatannya sudah waktunya menyelesaikan ronde satu, lagipula, aku sudah tidak menghitung lagi berapa kali tadi vagina kecil itu sudah menyemburkan cairan orgasmenya. Kupercepat RPM. Menengah! Dan Tinggi!!

Aku meyentak nyentak kuat

CPLOK CPLOK CPLOK CPLOK

Suara testisku terdengar kencang waktu menampar nampar pantat kecilnya seiring genjotanku


“AAAAAAAAAAAAA………………………AAAAAAAAAAAAAAA………………AAAAAA AAAAAAAAA………….AAAAAAAAAAAAAAAIIIIIIIIIIIIIAAAAAAAA AAAAAAAAAAAAA….IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIHHHHHHHHH HHH……..”

Desahan latri berubah menjadi lengkingan panjang

Dan aku kayuhan itu semakin kupercepat…

CPAK CPAK CPAK CPAK CPAK

“ARRGGHHH !!!” aku mengeram saat puncak itu berhasil kudaki

Kuhujamkan dalam dalam penisku ke relung vagina latri. Spermaku ku muntahkan semuanya di sana. Aku mengerang lagi saat merasakan guyuran cairan panas di sekujur penisku. Dan aku melejang lejang lagi. nafasku memburu. Kemudian aku limbung, terjatuh tertelungkup di atas tubuh latri. Nafasnya tak kalah tersengal.

Perlahan aku geser tubuhku ke samping, memberinya kesempatan untuk menghirup udara. Kupandang wajahnya, latri masih memejamkan matanya, berusaha mengatur nafas. Beberapa saat kemudian, dia menoleh ke arahku. Aku sengaja belum bekata kata, kubelai wajahnya dan kembali ku tatap matanya. Bibirnya mendekat dan kita berciuman kembali. Singkat namun dalam. Kami berpelukan.

“pah, boleh latri bilang kalau latri…say…eh…enggak jadi ding…” latri tidak menyelesaikan kalimatnya, dia hanya langsung menyusupkan kepalanya ke dalam pelukanku.

Aku tersenyum, ayolah, masa aku tidak bisa menebak sih lanjutan kalimatnya? Tapi aku sengaja tidak menanggapinya secara verbal, aku hanya menarik wajahnya dan mengecup keningnya. Latri menunduk lagi dan mempererat pelukannya, dan kami berpelukan kembali dalam kebisuan. Dibenakku terfikirkan hal-hal yang entah akan dapat aku sampaikan dalam bentuk kata kata atau tidak di dalam kehidupan ini. Hal seperti: Lat, aku juga…

Ini gila! Masa aku falling sih? GILAAAA!!!

Aku falling in love?? Kalimat itu masih terus menjerit jerit di batinku, dan yang paling menyiksaku adalah kenyataan bahwa aku memang menyayanginya entah dalam konteks apa, aku sendiri juga masih bingung. Dan yang barusan terjadi, apa itu dia anggap sebagai ekpresi sayang, atau perwujudan dari nafsu bejad majikannya? Kalau yang barusan adalah pemerkosaan, kenapa dia malah hampir mengungkapkan perasaannya kepadaku? Apa memang bener kata-kata rika? Apa aku memang semenarik itu? Ah, jangan GR lah, bajingan sepertiku seharusnya sudah tidak pantas untuk terlihat menarik di hadapan wanita manapun…Dan aku semakin dalam tenggelam dalam lamunanku.

Nafas latri mulai teratur, dinginnya AC di kamarnya mengeringkan keringat kami dengan cepat. Dan sejuknya seakan membius tubuh lelah kami. Tak seberapa lama, aku sudah mendengar desisan halus nafas latri. Rupanya latri sudah tertidur. Ndablek juga cewe satu ini! Padahal… Ah…

Dan aku mempererat pelukanku

Hangat…
---

Epilog
Saat ini latri ada di sebuah kota di luar propinsi yang kami tinggali, menyelesaikan kuliah manajemennya. Dengan biaya kami tentunya. Dia cukup dapat mengikuti mata kuliahnya walau masuk dengan ijazah SMA persamaan, dan kami semua bangga dengannya. Aku hanya sekali itu melakukan hubungan itim dengannya, karena itulah bisa di bilang hubungan kami malah jauh semakin akrab tapi sejauh ini juga tidak ada di antara kami yang menyatakan perasaan. Kadang, kalau ada kesempatan kami hanya berpelukan, Latri sering minta peluk, katanya pelukanku hangat dan nyaman. Kami saling menghormati sebagai dua individu dewasa.

Aku mencintai istriku, latri tahu itu, tetapi aku juga mencintai latri, dan aku kira latri juga tahu itu. Walau kata kata cinta tak pernah terlontar secara verbal dari mulutku. Setiap kutanyakan apa dia sudah punya pacar, latri hanya bilang dia sudah memiliki seseorang yang sangat berarti. Tapi aku tidak berani otomatis mengasumsikan orang itu adalah aku. Aku selalu menganggap cintaku bertepuk sebelah tangan kepadanya. Dan itu aku kira bagus. Menjagaku untuk tidak bertindak nekad dan melamarnya. Wedew, parah kalo itu sampe terjadi!

Hubunganku dengan istriku pun sejauh ini baik baik saja, membaik bahkan. Komunikasi kami juga semakin intens. Everything is fine between us.

Mbak yun akhirnya menikah lagi, dan sekarang sedang hamil anak ke tiganya dari suaminya yang ke dua. Semenjak dia kembali ke kampung, balik lagi ke kotaku, bekerja di sana sampai dia menikah lagi, terhitung hanya beberapa kali kami melakukan persetubuhan, tanpa komitmen dan hanya untuk penyaluran kebutuhan, kami berdua sudah dewasa dan kami menyadari benar pentingnya pemenuhan kebutuhan sexual itu. Lalu kami memutuskan untuk mengakhirinya, demi masa depan kami sendiri.

Rika?
Si ahli manipulasi itu sampai sekarang belum banyak berubah, baik wajahnya, lekuk tubuhnya, maupun kelakuannya. Bulan lalu aku menuruti keinginannya, membelikannya sebuah mobil Toyota Yaris, aku beliin second sih tapi dia sudah OK kok dengan itu. Kenapa aku sampai bela belain beliin dia mobil? Ya karena dia adikku, walau adik ipar tepatnya. Tapi aku menyayanginya seperti adik kandungku sendiri.

 

 lajut
BAGIAN 7

Kami memasuki rumah pada jam 22.30. latri sedikit limbung di dukunganku karena mungkin sedikit mabok. Mabok? Yup, seperti kebiasaanku saat makan di laluna, aku pasti membuka wine untuk menemani tenderloin black pepper sauce yang ku pesan. Dan dia bersikeras untuk ngerasain wine. Sudah ku bilang itu mengandung alcohol, tapi dia maksa. Setelah seteguk melewati tenggorokannya, dia bilang enak juga, ujung ujungnya kita open sampai dua botol. Buat anak yang (mungkin) seumur umur belum pernah minum alcohol, hasilnya ya teler. Fuih… emang badung ni anak!

Memasuki ruang tamu, aku tidak sabar menuntun langkahnya yang terhuyung, segera tubuh mungil itu aku gendong. Matanya yang setengah sadar, menatap manja kepadaku sambil tersenyum. Pikiranku mulai kacau. Entah kenapa dada kecil yang melengkung di boponganku dan sentuhan paha pada lenganku membuat libidoku terbakar. Kegilaanku tersulut, niatku untuk tidak sampai menidurinya karena sudah aku anggap anak sendiri aku khawatir akan segera pupus.

“pah…” panggilnya

“iya …” jawabku, masih menggendongnya

“malam ini latri bobo di kamar papa ya?” pintanya menggoda

“kamu mabuk…” kataku pendek

“mabuk cinta…” desahnya sambil menggeliat mengeratkan pelukannya kepadaku

Eh?

Aku geleng geleng kepala, mengabulkan keinginnannya aku menggendongnya berbelok ke kamarku. Sesampainya di sana langsung aku rebahin ke ranjangku. Ranjang yang sudah menjadi saksi bisu kebejatanku dalam menggumuli wanita wanita selain istriku. Tubuh mungil itu tergeletak pasrah di sprei putih dalam terangnya lampu kamar yang memang sengaja aku nyalain semua. Menghindari aura romantis apapun yang bakalan mematahkan niatku untuk menjaganya.

“kamu mabok lat…cepat tidur, biar besok tidak pusing kepala…” bisikku lirih

“iya pah…aku mabuk…aku mabuk cinta pah…cinta sama papah…aku sayang papah…peluk aku pah…please…” jawabnya sambil menggeliat lalu mencengkeram bahuku kuat kuat

Aku melepaskannya dengan lembut lalu beringsut sambil garuk garuk kepala. Setengah mati aku menahan libidoku untuk tidak segera menggumuli dia dan menyodokkan kontolku ke lobang memeknya yang pastinya masih sempit dan legit. Aku bertahan mati matian. Tapi…kanapa aku bertahan mati matian? Rasa sayang kah? Ini gila! Ini membuatku gila! Dan semua kegilaan ini…Arrrgh!!

Latri sudah mulai tenang, aku membelai kepalanya, dan menatapnya lekat lekat lalu aku (entah dorongan dari mana) mengecup keningnya. Dia tersenyum. Kali ini harus aku akui lagi man! Senyumannya emang manis…lalu kelopak matanya yang memang sudah sayu itu perlahan menutup, sedetik kemudian desisan nafas halus sudah terdengar dari hidungnya. Dia tertidur. Aku geleng geleng, lalu tertawa sendiri. Keluar dari kamar aku menghampiri kulkas dan mengambil satu botol air dingin. Ku teguk sampai setangah sedangkan setangahnya lagi aku siramkan ke kepalaku.

---

Selimut itu ku benerin, karena aku masih merasa dingin dan belum ingin bangun. Di dalamnya aku masih menggeliat dengan enggan, bersiap untuk tidur lagi, ya karena aku tahu hari itu aku libur…sampai guyuran kesadaran itu menghampiriku. Aku terlonjak. Siapa yang menyelimutiku? Seingatku semalam, setelah mati matian bertarung dengan libidoku sendiri, aku keluar untuk minum air dingin dan mengguyur kepalaku, lalu aku merebahkan diri di sofa. Yap ini sofa yang sama dengan semalam, hanya plus selimut. Aku tersenyum menyadari kemungkinannya. Latri.

“eh, papah sudah bangun?” suara latri terdengar

Ternyata dia sudah mandi dan mulai bersih bersih rumah. Itulah salah satu yang membuat kami sayang sama dia, latri ni di luar usianya yang masih seumur jagung, dia rajin dan bertanggung jawab. Bahkan pada saat kita menawarkan untuk melanjutkan SMA aja di kota ini, dia menolak, dia bilang dia ikut keluarga kita untuk kerja dan membantu kami, bukan untuk merepotkan. Akhirnya kita sepakat untuk mengikutkan dia ke program home schooling. Dengan ijazah nantinya setara SMA. Karena kita semua sayang dia. Sayang dia…mmm, kukira baru baru ini kata itu memiliki arti tersembunyi antara aku dan dia…or is it cuman buatku? GILA!!!

“yap…papah mau mandi dulu…” ujarku singkat sambil melompat bangun dari sofa ruang tengah, tempat aku tertidur semalam. Ough…kepalaku pusing banget, lemungkinan besar hasil kolaborasi antara alcohol, dinginnya guyuran air es dan nahan libido semalem. Kombinasi yang sadis!

“pah…” panggilan latri menghentikan langkahku

Aku melirik lalu berbalik dan mengangkat alisku, isyarat kepadanya untuk melanjutkan perkataannya. Terlihat rambutnya yang sedikit berombak masih basah sehabis keramas, dia memakai kaos putih agak longgar berpotongan leher lebar dengan hotpants pantai yang longgar pula. Seger cuy…

“latri…minta maaf, kalau semalam…merepotkan…dan…berlaku tidak sopan…yang…mungkin bikin papah tidak berkenan…latri gak tau kenapa latri berani berlaku seperti itu…maafin ya pah…”

“mmm…enak aja minta maaf gitu aja…kamu harus di hukum…” kataku bercanda sambil senyam senyum dan mengangkat-angkat alis

Latri tersenyum, lalu sambil mengangkat-angkat alis juga menirukanku, dia bilang “latri siap di hukum apapun pah…”

“apapun? Hmm…ntar deh papah pikirin hukumannya…” Aku berbalik sambil jual mahal

Dari sudut mata kulihat dia tersenyum genit sambil menjulurkan lidah. Awas ya!

---
To be Conticrot lagi ya suhu
bagian 6

LATRI

Aku masih menggenjot memek umy ketika BEL PINTU di rumahku berdenting. Sekertarisku yang dalam posisi terlentang itu terlonjak lonjak seirama dengan kayuhanku. Kakinya yang sebelumnya menjuntai juntai ke samping ranjangku kini terangkat angkat seiring meningkatnya RPM sodokanku. Tubuhnya yang chubby meliuk, tangannya mencengkeram dadaku dan teriakkannya gaduh. Memang Umy selalu berteriak teriak heboh ketika kami bersenggama.

Kamarin sore mbak yun harus kembali ke kotanya setelah mendapat kabar bahwa surat cerainya sudah turun dan ada beberapa berkas yang harus di tanda tangani. Aku mengantarkannya ke pul travel dan memberinya uang saku yang cukup. Sebelum dia berangkat, dengan mesra dia memagut bibirku dan membuatku berjanji untuk mengunjunginya suatu saat. Dan aku pun menawarkan padanya untuk tinggal di semarang dan mencoba mencari pekerjaan di sini. Mungkin dia bisa tinggal di rumahku sementara dia mencari pekerjaan. Bahkan aku berencana mengenalkan ke salah satu kolegaku untuk dapat di terima bekerja di perusahaan dia. Dia menyetujuinya sambil tersenyum penuh arti.

“OOOOHHHHH…PAAAAKKKKK…!!!”

Umy mengejang ngejang sementara maniku ku semprotkan semuanya ke relung vaginanya. Kontolku ku benamkan sedalam dalamnya. Sementara Umy langsung tergeletak lemas, aku masih menyodok nyodokkan penisku untuk menikmati sisa sisa orgasme yang masih menggelayut di ujung batang zakarku. Umy kembali tergoncang. Aku mengecup bibirnya dalam dalam.

“ada yang pencet bel” kataku di sela engahan.

“AGHH…”

Erangnya pelan saat aku mencabut senjataku dari liang memeknya. Sekilas kulihat spermaku meleleh keluar dari bibir vaginanya yang memerah setelah hampir setengah jam ku genjot tadi. Pagi itu Umy, sekertarisku, memang kuminta datang ke rumah sambil membawakan materi rapat untuk nanti siang, karena aku bilang padanya bahwa hari itu aku akan berangkat siang, kemaren kelelahan ‘mengurusi’ kakak ipar ponakanku yang sedang dalam proses perceraian. Tentu aku tidak menjelaskan dengan detail maskud dari ‘mengurusi’ tersebut.

Umy datang sesaat setelah aku keluar dari kamar mandi. Karena aku tahu kalau yang datang dia, tanpa repot repot memakai baju aku langsung membukakan pintu. Tanpa di komando, dia mengikutiku ke kamar dan kita ngesex. Kita memang sering banget ngesex tak tahu tempat, kadang di kantor, di sela sela break rapat, di apartemen dia, di hotel, bahkan pernah di parkiran kantor.

Dengan hanya memakai kimono sembarangan aku bergegas kea rah pintu

“siapa?” tanyaku

“pah, ini aku Latri…” jawab suara dari luar

Eh? Latri?? Pintupun ku buka sambil kubenahi kimonoku yang serampangan.

“lho, gak menunggu rombongan yang dari mbak yun gedhe lat?”

“enggak pah, jadwal rombongan mama masih TIGA HARI lagi, latri udah bosen di kampung”

“ooo…yaudah masuk, bawaanmu mana?”

“cuman ini aja kok pah, kemaren juga latri gak bawa baju banyak waktu balik ke kampung, cuman ini ada oleh oleh dari emak” katanya sambil melangkah masuk

“weh, kok repot repot to lat…”

“ennggak kok pah, cuman sedikit…mmm…papah gak sendiri yah?” tanyanya dengan menyelidik

“enggak, ada bu Umy tuh di kamar”

“eh? Bu Umy? Di kamar? Kok di kamar pah?” tanyanya terkejut sedikit menyelidik

“eh…dia numpang ke kamar mandi, tadi dateng bawain berkas buat rapat nanti siang”

“oooo…” katanya masih (kelihatan) menyelidik sambil melihat badanku yang masih penuh keringat

“ya udah pah, latri permisi ke kamar dulu pah” lanjutnya

“ok” jawabku pendek “lat, ntar malem gak usah masak aja, kita makan di luar, papah paling pulang sebelum jam 6, mandi bentar trus kita keluar yah?”

“ya pah…” katanya sambil berjalan masuk ke kamarnya, di depan kamarku dia sempat berhenti dan melirik ke dalam, untung saja Umy sudah tidak tergolek telanjang di atas ranjangku dengan berlumuran lendir, kalau tidak…ya ga papa sih, sbenernya…

---

“lat…” panggilku sambil membuka pintu kamarnya

“ya pah…” sambil reflek menutupkan handuk ke badannya. Rupanya dia habis mandi dan sedang mau berganti baju.

“eh, maaf…” kataku sambil mencoba menutup pintu kamarnya lagi

“ah…gak apa kali pah…” jawabnya polos sambil tersenyum aneh

“eeh...gini, papah berangkat dulu, kamu istirahat aja dulu gak usah kerjain apa apa kan masi capek habis perjalanan, tadi pagi papah sudah bersihin rumah kok, cuman nanti akan ada orang anterin laundry, uangnya di meja telfon…eeemm, apa lagi ya? Eh, dan untuk makan siang, papa dari kemaren cuman beli roti, semua ada di kulkas, kamu makan aja...”

“ya pah…”

“kamu mau nitip apa kalau papah pulang nanti?” tanyaku lagi

“enggak pah, makasih…kan katanya mau keluar lagi”

“eh, iya ding…ya udah, baik baik ya di rumah”

Latri cuman tersenyum dan mengangguk. Sumpah man, gimana gitu. Sekilas terbayang adegan ciuman kita beberapa minggu yang lalu. Akupun mengerjap, memaksakan kesadaranku untuk segera kembali ke akal sehat, lalu berbalik. Beberapa langkah kemudian aku menegok dia. Dia masih mematung di posisinya semula masih dengan hanya selembar handuk yang menutupi badannya sambil masih (juga) tersenyum, kali ini sedikit ada pancaran geli di matanya. Sialan memang anak 17 tahun ini. Dan sejak ciuman itu, aku selalu salting di depan dia. Brengsek, macem ABG aja aku nih!

---

Aku bergegas membuka pintu depan, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 18.45, memang pertemuan itu memakan waktu sedikit lebih lama dari yang ku perkirakan. Tapi sebenernya SO WHAT? Kenapa hanya karena terlambat sedikit dari janji pulang sebelum jam 6 dengan pembantu kecilku, latri, aku jadi grasa grusuh gini? Macem abg janjian ama gebetan barunya aja. Memasuki ruang tamu, kucoba untuk meraih kembali kendali diriku. Kupelankan langkahku, ku atur nafasku dan ku buat pembawaanku sekalem mungkin. Dan aku kembali melangkah.

Diruang tengah kulihat latri sudah rapih, duduk dengan manis dengan menonton tayangan sore. Aku berdehem, dengan ringan ku lihat dia menoleh.

“eh? Papah? maaf pah, latri gak mendengar mobil papah masuk ke halaman…jadi tidak bukain pintu…” katanya sambil bergegas bengkit dan mengulurkan tangannya untuk mengambil koper kerjaku.

“eh, ga papa lat, papa emang ga masuk halaman, mobil papa parkir di jalan…emm, maaf papah agak telat, soalnya tadi rapat…ee…”

“ya gak papa to pah, kan kerjaan papah lebih penting…” katanya sambil tersenyum

Aku hanya bisa membalas senyumannya sambil garuk garuk kepala… kemaren kakak iparku yang sok berperan sebagai istri yang manis, sekarang ada anak umur 17an yang sok mengerti aku, sok jadi seperti pacar yang pengertian. Panggilnya papah, tapi sikapnya GFE. Buset, what a life I had.

Geleng geleng kepala aku menggeloyor ke kamar, sekilas ku lirik latri yang berjalan kearah ruangan kerjaku untuk menaruh koperku di sana. Dia kulihat memakai kaos ketat lengan panjang berwarna pink muda dengan potongan leher sampai bahu, daleman you can see kuning tampak melintang di pundaknya, di padu dengan semcam balero jala jala putih yang agak gombrong sepaha. Sedangkan di bawahnya dia memakai hotpants dari jeans hitam sebatas paha yang mempertontonkan kakinya yang jenjang dan putih khas remaja.

Rambutnya di sisir ke belakang dengan memakai japitan di tengah kepala dan sisanya di biarkan tergerai. Di telinganya dua anting berbentuk Winnie the pooh berwarna senada dengan kaosnya menempel dengan lucu, dan beberapa gelang warna warni menghiasi tangan tangan rampingnya, tidak lupa beberapa aksesoris kalung juga menjuntai dengan indah melewati dada kecilnya. Sepatu flat standar yang dia pakai aku ingat betul, itu hadiah ulang tahun dari kami sekeluarga, sepatu keluaran zara ini memang sedikit agak mahal untuk hadiah kepada pembantu, tetapi sekali lagi latri sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Tidak ada istilah pembantu di keluarga kami, semuanya bekerja sama dalam hal mengurusi rumah.

Tak lama kemudian aku bergegas keluar dari kamar mandi, kulihat sebuah celana jeans dan T-Shirt hitam faforitku, dengan seperangkat pakaian dalam sudah ada di ranjangku yang sudah diganti spreinya. Sprei yang seingatku tadi pagi penuh dengan lelehan lendirku dan Umy yang aku genjot di sana. Aku tersenyum simpul memikirkan betapa beruntungnya nasib bajingan seperti diriku. Sambil garuk garuk keapala aku pun memungut pakaian yang sudah di siapkan gadis kecilku itu. Ah, bahkan sampai berpakaianpun dengan halus latri berhasil mengaturku. Aku semakin geleng geleng kepala. What a life!

“sudah siap?” tanyaku saat kulihat latri dengan telaten duduk di ruang tangah, sedang TV sudah dia matiin.

“sudah pah” jawabnya. Aku semakin geleng geleng kepala. Prasaan jadi kaya mo ngedate…padahal cuman mau makan aja.

latri mau makan apa?” tanyaku ketika mobil kita sudah mulai jalan

“apa aja deh pah” jawabnya yang duduk di sampingku

“papah ajak ke tempat yang special, namanya laluna, tempatnya asik dari sana bisa liat pemandangan simpang lima”

“wah, kedengarannya asik banget tuh pah” jawabnya, entah beneran ato tidak tetapi matanya kulihat berbinar semangat seiring dengan senyum lepasnya waktu mengatakan hal itu, sesuatu yang akan bikin cowo manapun akan berbesar hati karena merasa amat sangat di hargai pilihannya. Bisa aja nih anak!

Aku segera berbelok ke arah ruang parkir yang kosong, kamipun segera keluar dari mobil. Waktu menunjukkan pukul 19.15 saat aku lirik jam tanganku.

latri sudah lapar banget atau mau jalan jalan dulu di mall?” tawarku pada gadis kecil yang sekarang berjalan sedikit menghimpit di sebelah kiriku.

“mmm…kalau papah ngasih pilihan jalan dulu, ya…jalan dulu lah pah…” jawabnya sambil tertawa renyah.

“so it is…” desahku

Kamipun memasuki jembatan yang menghubungkan tempat parkir dengan mall. Sepanjang jalan latri kelihatan riang. Seperti layaknya ABG aktif, dia ‘meloncat’ dari stand ke stand lain sambil memegang apapun yang berbau fashion dan pernak perniknya. Dan aku seperti om genit yang tolol mengikuti kemanapun arah langkahnya. Sesekali dia mengapit mesra tanganku sambil menunjukkan barang barang yang membuat dia tertarik. Setiap kali pula aku menawarkan apakah dia mau membelinya, dan hampir setiap kali dia menolaknya, dia cuman mau windows shopping, katanya. Dan lucunya setiap kali ada orang memandang aneh kepada kami, karena (sumpah) ane emang nampak seperti om om genit yang baru nurutin keinginan ABG simpenannya, dia selalu (mungkin) dengan sengaja panggil aku ‘papa’ dengan keras. Mungkin latri mengira panggilan itu bisa mengaburkan pandangan negative mereka. Bisa aja ni anak. Seperti di salah satu boutique yang kita masukin.

“pah ini bagus ga?” kata latri dengan keras setelah dia memilih dan mencoba sebuah dress terusan dengan atasan model gombrong dan bawahan berupa rok mini yang ketat berwarna hijau gelap yang kontras dengan kulitnya yang putih

Aku tidak menjawab hanya tersenyum kalem sambil mengacungkan jempol

“putrinya pak?” tanya salah satu dari mereka, aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan itu

“udah besar ya? Padahal papanya masih muda gini” kata mbak itu semakin genit

“yah…aku bersyukur sekarang, do’a ku dijawab oleh Tuhan; kenakalan masa remajaku ternyata di ampuni oleh tuhan dengan mengirimkan malaikat cantik itu kepadaku” jawabku sedikit berteka teki

“ooo…terus mamanya? Eh, maaf lho pak, malah jadi nanya nanya, abis penasaran cii…hihihi…”

“pernah liat pernikahan usia dini bermasalah?” jawabku sambil meliriknya

“buuuuannyyaaaakk banget kalee pak, malah hampir semua…” jawabnya

“nah itulah yang terjadi” aku tersenyum lagi sambil mengangguk angguk ke arah latri ketika memberikan persetujuan atas baju lain yang sedang dia coba

“ooo…ic…mau dunk jadi mama nya…hihihi…” temennya ikut menimpali

Aku hanya tersenyum geli mendapati ‘sandiwara’ spontan kami di respon dengan sangat meyakinkan oleh orang orang itu. 20.30 kami duduk di restoran di meja yang memang sudah saya pesan sebelumnya. Beberapa tas belanjaan terpapar di samping kursi latri. Akhirnya belanja juga…

“makasih ya pah, malah jadi beli beliin latri yang macem macem…” katanya ketika pelayan yang mencatat pesanan kami berlalu

Aku hanya tersenyum memandang wajah dia. Entah apa yang ada di otakku

“iya, pemandangannya indah banget dari sini pah…kalau gak di ajak papah mana mungkin latri sampai ke tempat ini”

“iya, kadang papah kalau merenung suka ke sini sendirian, tempatnya adem dan inspiratif…”

“dan romantis…” timpalnya

“eh? Oya? Mnurut kamu gitu?” aku sedikit geli dengan kata itu

Latri hanya tersenyum.

--
To be conticrot...
lanjutan
Bagian 5




Aku terbangun dengan pemandangan samar sebuah wajah mungil yang menatapku lekat lekat.

“eerrgghhhmmmm…mbak yun, bikin kaget aja…” sapaku sambil mengolet dan berjuang membuka mata.

Mbak yun cuman tersenyum senyum, duduk bersimpuh di depanku sambil masih menatapku lekat lekat. Aku gulung majalah yang masih ada di tanganku lalu dengan canda ku pukulkan ke jidatnya. Dia tertawa.

Memang, setelah libidoku kalah telak dengan rasioku, alih alih menubruk tubuh seger yang dapat ku patikan akan menyambut entotanku dengan senang hati itu, tetapi aku malah menghidupkan TV dan membaca baca majalah sambil gelesotan di karpet dan bersandar di sofa tempat mbak yun tertidur. Rupanya udara panas siang itu juga mampu menyihirku, lalu aku juga jadi tertidur dan mbak yun bangun duluan lalu ikutan menjeplok di depanku sambil melihatku seperti itu.

“orang lagi tidur kok diliatin kaya gitu, emang tontonan? Dasar mbak rese ah!” protesku lanjut.

“halah…GR, lagian sapa juga yang liatin kamu dik? Hihihi…” jawabnya

Aku menatapnya bersila dengan hotpants itu, semerta merta libidoku bangkit kembali. Semerta merta rasioku menenangkanku lagi. Kejadian brengsek macam apa pula ini?...
Ku lirik jam tanganku, jam 15.15. welah, ternyata aku tertidur cukup lama.

“maaf, tadi pas aku pulang, mbak masih bobo, mau tak bangunin tapi keliatannya pules banget, makanya tak tungguin aja, eh malah aku ikut ketiduran sampe sore gini…yaudah, ayo siap siap mba, kita ke toko cari keperluan mba…ke matahari aja kali ya, satu tempat komplet semua…” kataku lagi sambil berusaha bangun.

Mba yuni tidak menjawab, hanya ikutan bangun sambil masil menatap wajahku. Tatapan yang ku kenal secara pasti. Tatapan yang sama dengan wanita wanita yang berhasil ku pecundangi dengan rayuanku, tatapan seorang wanita yang tertakhlukkan. Tatapan seorang wanita yang…jatuh cinta…dan itu menakutkanku!! Karena dia sama sekli bukan targetku dan tidak sedetikpun aku dapat membayangkan mbak yun falling in love dengan ku. It’s gonna be damned complicated kalo sampai terjadi. Tapi rasioku dengan jelas memaparkan alasan yang logis, apabila itu semua terjadi. Aku satu satunya orang yang mungkin dia anggap “baik” dalam tahun tahun belakangan ini, walau diakui atau tidak, semalem aku telah “memperkosanya”, hanya saja, perkosaan itu entah di anggap sebagai apa olehnya.

“oi! Haloo…! Ada orang di sana…??” godaku sambil melambai lambaikan tanganku di wajahnya.

“eh?”

“aku nanya, yang mau mandi mbak yun dulu aku aku dulu? Mendingan kita berangkat sorean, jadi waktuya bisa lega…” kataku lagi mengulang pertanyaanku.

“eeh, dik deni dulu juga ga papa deh…” jawabnya

“ato mandi barengan?” candaku

Dia hanya terkikik lalu mecubit pinggangku (lagi) “jangan nakal ah, aku kan kakak mu”

“hehehe…eh mba…anu…eee…semalem…aku minta maaf ya, aku bertindak sangat sangat kurang ajar kapada mba…eee…mohon mba sekali lagi memaafkan aku dan menyimpan kejadian itu di antara kita aja…ku mohon…” kataku terusterang mengungkapkan apa yang masih mengganjal di pikiranku.

Mbak yun kembali tersenyum, sebuah reaksi yang kurang bisa kuterka.

“ga papa dik, dik deni gak perlu minta maaf untuk itu…” jawabnya sambil tertunduk.

“sakit banget ya mbak? Aku liat mbak menagis pas tak gituin semalem, pastinya aku melukai mba banget ya? Aku mohon maaf banget ya mba…”

“iya ga papa, dah mbak bilang ga papa, toh mba juga bukan perawan, mba udah punya dua anak malah…jadi mba paham kebutuhan laki laki…hehehe…sebenrnya mba gak keberatan bantu dik deni melampiaskan…itu…maksudnya…kalau dik deni masih mau…mba…anu…juga gak keberatan…maksudnya…eh…anu…cuman…emang linu banget…abis…kegedean…” jawabnya terbata bata sambil tetap nunduk malu malu. Bikin tanbah gemes aja.

“tapi masa segitu sakitnya sampai bikin mba nagis”

“ooo…masalah nangis itu…anu…mba semalem agak kaget dan kacau…maaf kalau tangisan mba membuat dik deni merasa bersalah, maksudnya, dik deni gak usah merasa bersalah melakukan itu ke mba semalem…karena…mba juga…ee…anu…menikmatinya kok…”

“bener mba yun menikmatinya?”

Mbak yun tidak menjawab hanya ku lihat mukanya memerah, aku sih yakin bener dia menikmatinya, lenguhannya, orgasme nya yang berkali kali…dan toh sebelum ku sodokin kontolku di lobang memeknyapun, dia sudah basah banget…cuman, pengin aja denger dari mulut dia…hehehe…menjajaki sejauh mana wanita alim ini mampu ngomong jorok…

“iya…mbak menikmati, ee…malah mbak sampai…anu…berkali kali…”
Aku tersenyum geli, anyway, cukup segitu dulu kali ini, aku juga gak mau mendorongnya terlalu keras. Sambil menggeloyor aku menggandeng tangannya. Mbak yuni ngekor aja waktu ku bombing ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, aku melepaskan semua baju yang menempel di tubuhku hingga aku telanjang bulat. Aku dekati dia perlahan lahan. Mbak yun semakin menunduk, bahkan dari jarak ini, dapat ku rasakan detak jantungnya yang berdetak kencang macam marching band. Ku sandarkan punggungnya ke tembok kamar mandiku, tepat di bawah shower, lalu aku mundur selangkah.

Dalam jarak ini, aku tahu dia dapat melihat setiap sudut dari lekuk tubuhku yang emang sangat ku jaga dengan rajin nge gym ini.

“kalo gitu, mba bantu aku ya, aku terangsang lagi tadi pas melihat mbak bobo…aku gak minta banyak kok mba, cuman liat tubuh mba aja sambil…masturbasi…”

Mbak yun diam. Aku mulai beratraksi, pelan pelan aku mengocok kontolku sambil pandanganku menjelajah tubuhnya. Ku buat pandanganku setajam mungkin hingga dia pasti merasa tertelanjangi dengan tatapan mataku ini. Aku masih terus mengocok kontolku yang sekarang sudah hampir 100% tegang masih dengan ritme pelan. Mbak yun mulai bereaksi. Dia mulai mengangkat tangannya kearah kontolku. Aku menghentikan kocokan dan memberikan kesempatan untuk jari kecilnya yang mulai mendekati kontolku. Dia memegangnya, mengelusnya lembut lalu mulai meremasnya. Dan aku melenguh.

“gede…banget…” gumannya sambil terus mempermainkan kontolku

“mbak suka kontolku?” tanyaku menguji, sengaja aku gunakan kata kata yang hard core

“heheh…geli…mbayangin aja dah linu…”

“emang apa yang mba bayangin?” desakku

“heheh…eh…ya…mbayangin…melakukan hubungan suami istri kaya semalem…” jawabnya.

Hubungan suami istri??? Weleh, kata kata itu…semakin membuatku penasaran ingin membuat dia bicara kotor.

“mungkin linu karena…lorong vagina mba pendek, jadi langsung mentok ke dinding rahim…tapi dengan begitu malah…semua relung kewanitaan mba terjamah kan dengan penisku?” pancingku lagi

“eh..iya…kira kira begitu lah…mentok…”

“mba…”

“iya”

“aku boleh cium bibir mba?”

“eh?...boleh…” lalu dia langsung bengkit dan menyorongkan bibirnya ke bibirku sambil matanya setengah terpejam. Aku menahan kepalanya dengan kedua tanganku, menghentikan kecupannya sebelum sampai ke bibirku.

“eh? Kenapa?” tanyanya, nafasnya sudah semakin berat, aku tahu dia luar biasa terangsang sekarang, hanya sisa sisa kealimannya yang masih bisa membuatnya sedikit dapat jaim.

“bukan bibir yang itu” kataku sambil mengambil posisi jongkok
“bibir yang ini” lanjutku sambil mengelus pelan memeknya dari luar hotpants istriku yang dia kenakan.

“eh…maksudnya? Itu kan…anu…”

“ini kan juga bibirnya mba yun, bibir bawah, bibir vagina, boleh ya mba? aku ingin menciumnya…”

“eh…kalo…dik deni memang pengin beneran…mba…anu…eh, gimana ya dik, mba belum pernah…di cium…di situnya mba…”

“kalau mbak boleh, tolong bantu aku pelorotin celananya mba…” sergahku

Dengan ragu ragu mbak yun memelorotkan celananya, pelan. Rambut itu ku lihat tumbuh jarang jarang di bagian bawah pusar. Serining turunnya kolor hotpants yang dia tarik dengan tangannya, semakin ke bawah, rambut itu kelihatan semakin melebat…tetapi tidak juga lebat. Lalu lobang itu mulai terlihat celahnya, dan tidak perlu waktu lama, vagina polos mbak yun sudah terdisplay di depan mataku. Berwarna coklat tua, bibir yang sudah pernah mengeluarkan dua orang orok itu terlihat berkilat karena lendir yang mulai membasahnya. Aku memuaskan mataku memandang sorga dunia itu. Tak berapa lama, ada cairan yang menetes. Ough…ternyata mbak yun jenis cewe yang berlibido tinggi, dengan terangsang saja cairan vaginanya sudah menetes netes tidak karuan.

“dik…” desahnya memelas.

Aku tau apa yang mau dia katakana, sebelum dia berubah pikiran, bibirku sudah mendarat di atas lobang memeknya. Diapun melenguh tinggi dan secara reflek mencoba melengkungkan badannya ke belakang, menghindari sapuan bibirku di mulut memeknya.

“uuuuggghhhhttt…”

Tapi aku tidak kalah cepat, ku tahan pantatnya. Diapun terjajar ke belakang sampai punggungnya membentur tembok kamar mandi, tepat di posisi di mana aku menyandarkannya tadi. Gerakan mundur sudah tidak bisa dilakukannya. Aku mengangkangkannya dan menyelempangkan paha kanannya ke pundakku. Dengan begitu akses mulutku ke memeknya jadi terpampang luas. Memek itu terbentang pasrah beberapa cm dari hidungku. Tak kusangka memek mbak yun beraroma lain, seakan aku bisa mencium hormone kewanitaannya ikut mengalir bersama cairan memeknya.

Tanpa menunggu waktu lagi, aku mulai memproses memek yang menurut pengakuannya baru sekali “dicium” oleh bibir pria. Aku mengulum, menjilat, menyedot, menyeol nyeol itilnya dan menyodok nyodoknya dengan lidahku. Memek itu benar benar kunikmati. Dari ujung pusar di perutnya sampai lobang anusnya tidak luput dari garapanku. Mbak yun mendesah, tersenggal sampai menjerit dan meliuk liuknkan tubuhnya menikmati setiap sensasi permainan lidahku. Berkali kali cairan vaginanya membanjir, berkali kali aku tau dia orgasme. Tapi aku tak memberinya ruang untuk bernafas. Permainan silat lidahku terus menghajarnya sampai satu titik dia menjerit, terliuk ke belakang lalu ambruk ke samping. Dia mengalami orgasme yang ke sekian kalinya.

Mbak yun rubuh, mungkin kakinya sudah terlalu lemas untuk menopang badan mungilnnya. Aku merengkuhnya, meletakkannya di dalam pelukanku. Kita berdua duduk menjeplok di lantai. Badan lemasnya berlawanan 180’ dengan kontol tegakku. Masih di pelukanku, walau tersengal sengal mbak yuni sudah mulai tenang. Aku dengan sabar menunggunya sambil membelai belai rambutnya.

“mbak yun gak papa?” tanyaku

“heh..heh…heh…kamu…gila…dik…heh…tulangku…seperti…d i…lolosi…semuanya…lemes…banget…rasanya…” jawabnya dengan tersengal sengal

“yang tadi…mbak yun juga menikmatinya?” godaku sambil tersenyum

“heh… eh…mbak gak bisa…mengungkapkan dengan kata…kata…baru sekali ini…mbak…heh…heh…”

“tapi mba, aku masih belum jadi…liat nih, si jonny masih berdiri tegak…”

Mbak yun, masih dengan gerakan lemas berusaha mengusap kontolku.

“waduh…dik…mbak bisa pingsan kalau kamu sodok sekarang…tadi aja, mbak entah berapa kali…”

“hehehe…ya udah, kalau gitu istirahat aja dulu…”

“dik…tadi…itunya mbak…maksudnya…cairan mbak kamu telen yach?...”

Aku cuman tersenyum nakal

“makasih banget ya dik…” lanjutnya

Eh? Sumpah, pernyataan ini aku gak mudheng maksudnya apa. Aku hanya tersenyum, mencium sekilas bibirnya lalu mengangkatnya berdiri. Kusiram tubuhnya dengan air hangat dari shower. Kusabuni setiap mili tubuhnya, lalu aku pun mengguyur tubuhku. Kita kali ini “mandi” beneran. Sampai sehabis mandi pun aku handuki badannya, ku perlakukan dia bener bener istimewa, mungkin di pikirannya dia jadi ratu semalam…hehehe… Dan dia beneran masih gemeteran sampai aku selesai mengeringkan badannya dengan handuk dan mendudukannya di tepi ranjang. Lucu aja, mengingat mbak ku ini bukan perawan yang baru saja mengenal sex, dia sudah beranak dua.

Bicara tentang perawan, aku jadi teringat waktu memerawani Karin, anak seorang istri simpanan yang tinggal di rumahku yang kukontrakkan. Persis sama, Karin juga gemetar seperti itu selesai ku garap. Dan setelah beristirahat sebentar, dia malah yang mancing mancing minta tambah. Waktu itu, keperawanan anak kelas dua SMP dijual Rp. 7,5jt oleh ibunya, walau akhirnya aku kasih Rp. 12,5 dan bonusnya…well…long term…Karin bahkan sampai menyatakan sayang padaku, iblis yang telah membeli keperawanannya, plus ibunya juga bisa ku sodok kapanpun. Bahkan waktu kenaikan kelas ke kelas 3, mereka ku ajak berlibur ke jogja, dan kita 3 some di kamar hotel. What a sin.

Kembali ke mbak yuni, dia masih juga gemeteran setelah beberapa saat bersandar di dadaku. Dia sudah kering ku handuki, bahkan sudah ku pakaikan kimono istriku. Aku memangku dia di ranjang dalam posisi setengah duduk sambil memeluk tubuh gemetarnya. Tiba tiba, entah setan darimana yang merasukinya, dia berbalik menghadapku. Mengangkangiku, menyibak kimono kita dan mengarahkan kontol tegangku ke memeknya.

“eeeggghhhh…ayo dik, kalau gak di tuntaskan bisa bisa mba gemeteran terus…”

Aku memandang matanya sambil tersenyum, aku menduga duga, apakah dia terkena efek titik balik dari orgasme berkelanjutan (multiple orgasm). Ini hal langka, aku hanya membacanya di majalah pria. Dan tidak sekalipun dalam hidupku bermimpi dapat melihatnya.

Pantatnya turun sedikit demi sedikit pada saat mencoba melesakkan kontolku ke relung vaginanya. Dan seperti kemarin malam, mentok di titik 50-60% dari panjang kontolku. Mbak yun manatap mataku, aku tersenyum penuh arti.

“EH, tunggu dik, jang…ACHHHKKKG !!!”

Mbak yun tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena aku sudah mendahuluinya dengan sodokan kuat. Tubuh mungilnya terlempar ke atas, lalu terjatuh lagi dengan kontolku masih bersarang di memeknya. Kubiarkan dia mengambil nafas.

“oogghh…gedhe…banget…dik…”

“apanya yang gedhe mbak?” tanyaku berbisik

“punyamu…”

“apaku?”

“punyamu dik…”

“namanya apa mba?”

“oo…pen…penis…”

“aku lebih suka bahasa jawanya mba…namanya apa?”

“egh…kont…konthol…mu…dik…gedhe…banged…mbak…heh…mba k…suka…enak…”

Aku mengubah posisi, menelentangkannya, kedua kakinya kini mencuat ke atas, dengan lembut ku taruh di kedua pundakku. Lalu sambil menatap kedua matanya, aku bertanya lagi.

“namanya apa tadi mbak yun? Yang bahasa jawa?”

“ehh…kont…kontHOUGHHLLLGHHHKKKKKKKKK…KKKHHGGGG…EGH G…EGH…”

Sekali lagi sebelum dia menyelesaikan kata itu, aku sudah menderanya. Kali ini posisiku dominan banget, Man On Top. Kedua kakinya yang aku selempangkan ke pundakku membuka akses seluas dan sedalam dalamnya terhadap memeknya. Sodokankupun langsung aku mulai dengan RPM tinggi. Kali ini bukan hanya menghentak, mbak yun benar benar menjerit. Puas menghentak dinding rahimnya, aku putar pantatku, diameter kontholku yang memang sudah menyesaki lorong memeknya memilin, menggesek tiap inci dari relung vaginanya. Jeritan itu berubah menjadi lolongan panjang. Hampir 20 menit aku menggoncang dunia sempit mbak yun dalam posisi itu ketika dorongan itu mulai mendekat.

Aku sudah mau sampai, ku percepat sodokanku. Mbak yun sudah tidak nampak sebagai wanita alim berjilbab lagi, dia mengerang, melolong dan menjeritkan kalimat kalimat kotor.

“AARGGHH..ANNJJJIINKK…ANJJJINKK…ENAGGGHHH…OOGGHH…D ALLLEM BANGGEEDDD…KONNTHHOL…AAARRRGHH…ACH…ACH..ACH…ACH…AA A…MEMEKKUU…ACHH..NJJINKK…ENTOT AKU DIK…ENNNAGH…AARRGHHH…EEGGHH..NNNTOOT MEMEKKU DIKK…DIKKK…ANNNJIIINKKK…AGHKUU…KELUARRR…ANJJJINKKK …TERUUUUSSS…!!!!”

Spreiku sudah basah tak karuan rupa, cairan memek dia seakan tidak berhenti mengalir dari orgasme ke orgasme yang di dapatnya. Gencotanku ku percepat…RPM sangat tinggi…mbak yun melengking…dan sesaat sebelum aku menyemprotkan spermaku ke liang memeknya.

“AGH…!!” mbak yun tersentak ke belakang dengan keras lalu tiba tiba terdiam.

Apa boleh buat, aku terlanjur sampai di ujung, dengan membenamkan kontolku sedalam dalamnya, aku memuntahkan spermaku ke rahimnya.
CROOTT…CROTTT…CROTTT…CROTTTT…CROOTTTT…CROTTTTT…

Lemas, tapi aku langsung menepuk nepuk pipinya, sempet takut campur panik gitu…

“aaaa…hhhh…”

Ada desahan lirih dari mbak yuni…selamat ternyata dia tidak pingsan atau kenapa kenapa…
Akupun langsung tumbang diatas tubuhnya. Mbak yun dengan sisa sisa tenaganya mengangkat tangan dan memeluk punggungku. Tapi tak berapa lama tangan itu terkulai lemas lagi.

“hehehe…gila, mbak yun luar biasa, aku sampai lemas banget…” kataku tersenggal senggal.

“vaginaku…rasanya mau jebol…heheheh…” jawabnya, ternyata sopannya sudah balik.

“sakit?”

“enaaakk…”

Lalu kita tergelak bersama, malam itu kita tidak jadi belanja, melihat kondisi mbak yun yang tidak memungkinkan. Dia beneran lemes, sampai mau nonton TV aja minta gendong…manjanya ngalahin ABG. Belanjanya kita reschedule besok saja. Besok, aku juga berencana mengambil cuti, untuk “menemani” mbak ku tersayang.

---
To be conticrot...
Bagian 4

---
Hari ke-2 setelah kepergian anak dan istriku untuk berlibur di rumah mbak yuni. Terus terang aku kangen mereka. Aku bahkan tidak di beri kesempatan bicara agak lamaan oleh anakku pada saat aku telepon, dia masih larut dalam euphoria liburan di kak priya, kakak ponakan favoritnya. Priya ini anak mbak yuni gedhe, satu tahun lebih tua dari anakku, dan keduanya share interest yang sama: Pesawat. Ya udah, papanya udah gak kepakai dalam tahap ini. Aku hanya tersenyum sendiri waktu nyetir pulang, membayangkan betapa cerita anakku pasti akan sangat heboh kalau dia sudah kembali nanti. Di depan gerbang, aku kaget ada seorang yang mendeprok di depan gerbangku.


“mbak yun?” sapaku kaget setelah turun dari mobil dan melihat wajahnya.

Mbak yuni inilah istri kakak ponakanku, mas andri yang aku ceritakan menggugat cerai dia karena mas andri sekarang di butakan oleh pihak ke tiga. Ada perempuan lain di bahtera rumah tangga mereka.

dik…” sapanya lirih
“aku kemarin tadi sudah sms sama dik ine, kalau mau datang ke sini, dan dik ine bilang gak papa…” lanjutnya
“naik apa mba? Kok tidak nelpun? Kan aku bisa jemput…” tanyaku lebih lanjut

“enggak papa dik, takute ngerepotin…” jawabnya cepat

“ga papa mba, gak usah sungkan gitu ah mba, kaya dengan siapa aja, aku kan adikmu…” jawabku

“mungkin sebentar lagi bukan…” desisnya lirih sambil berpaling. Dikiranya aku tidak mendengar.

Setelah memasukkan mobil ke garasi, aku mempersilahkan mbak yuni untuk masuk rumah dan segera membuatkannya minuman dingin. Mbak yuni ini sebenarnya seumuranku, orangnya kecil mungil dangan kulit putih. Pakaiannya selalu rapi, dia mengenakan jilbab, dan menurutku, mas andri beruntung mendapatkan sitri secantik dia. Sebenernya dia anak orang kaya, hanya papanya mengalami kebangkrutan tidak berapa lama setelah dia menikah dengan mas andri. Karena tidak tahan sama tekanan, papanya meninggal sakit jantung dan mamanya menyusul tidak lama setelah itu. Kasihan juga, sekarang hanya tinggal dia dan kakak kandung dia yang bertempat tinggal di batam.

tadi mba naik apa? kok mbak tidak nelpun, kan saya bisa jemput mba, atau gimana…” aku mengulangi pertanyaannku yang tadi belum dia jawab dengan penuh.

“aku naik bis dik, aku sudah sms sama dik ine, dan dia bilang gak papa aku sementara numpang di semarang, di kampung aku sudah tidak kuat dik, melihat mas andri…” jawabnya
“dan maaf kalau tadi tidak nelepun dik deny (namaku), sebenernya mau nelepun, hanya…pulsaku habis…” lanjutnya lirih

“oowg, ga papa mba, hanya seperti aku bilang tadi, kalau mbak nenepon kan aku bisa jemput di terminal, atau sedikit persiapan…eh, anak anak ikut eyangnya berlibur ke rumah mbak yuni gedhe ding ya mbak…” katanku lagi mengalihkan pembicaraan. Aku tidak mau dia selalu teringat kampung, sementara dia mencoba ‘lari’ untuk menenangkan pikiran. Well, kliatannya aku selalu tau.

“iya anak anak ikut” jawabnya pendek

Aku memandangnya dengan sangat iba, bener bener kakak ponakannku, si andri itu memang gila. Aku juga bukan laki laki baik baik, tetapi…menelantarkan anak istri jelas tidak ada di dalam kamusku. Kami bertemu pandang, aku sadari betul mata mbak yuni tampak sangat capek dan sayu. Padahal wajahnya manis, mungkin lebih manis dari istriku. Sebenarnya mbak yuni ini pintar berdandan dan merawat diri, dulu pas pertama kali bertemu (waktu aku melamar ine) dia nampak segar dan energik, sekarang benar benar terbalik 180 derajad, terlihat capai dan layu, aku sadar bebannya pastinya sangat berat.

“eh, mbak yun mandi dulu aja ya, tak siapin makanan, aku tadi cuman beli seporsi sih, tapi cukup kok kita makan berdua, nanti aku masak sedikit, atau mau makan di luar?” kataku lagi berusaha seriang mungkin.

“sudah apa adanya aja dik, tidak usah repot repot” jawabnya

“OK, mbak yun mandi, aku masak, trus kita makan dulu sebelum mbak yun istirahat, keliahatnnya capek banget kakakku yang paling cantik ini” kataku menggoda

“mhmm” dia hanya tersenyum simpul

“nak gitu dunk, senyum dikit, kan tambah manis…jangan lesu terus geto ntar cepet tua lho, santai aja mba, ntar juga semua ada jalannya…nah, sekarang mandi aja dulu, tak ambilin handuk sekarang nyonya…??” godaku lebih lanjut.

“eh, betewe, kok gak bawa tas? Maksudku, baju ganti dll?” tanyaku lagi

Dia malah tertawa terbahak bahak, aku sampai kaget, udah stress berat kali mbak ku yang satu ini. Ke arah gila mungkin? Serem juga!

“iya, tadi lupa cerita…” katanya
“kelihatnnya tasku ketinggalan di terminal, tadi dari rumah aku bawa koper, tapi dasar pikun, pas mau naik bis jurusan ini, cuman tas kecil yang aku bawa…” lanjutnya

Eh? Aku bengong…tapi pernyataannya tadi benar banar menegaskan pikirannya yang kacau dan tidak fokus…

“eee..yang bener mba?” tanyaku masih kurang percaya

“sumprit suwer kewer kewer” jawabnya masih mencoba sambil bercanda

“…dan kenapa aku gak nelpun kamu dik…karena sampai di bis, aku juga kecopetan, hp dan dompetku ilang…” lanjutnya sambil menunjukkan tas kecil dia yang robek, seperti bekas disilet.

Eh? Aku tambah bengong…sambil garuk garuk kepala ala wiro sableng…

“hahahahaha…” tawaku keras keras “wedewww…dengan begini, aku nobatkan mbak yun sebagai orang ter-sial of the day deh…ntar piagam dan piala menyusul…wedew…kacawww…” candaku lebih lanjut

Kami berdua tertawa, mungkin dengan pemikiran yang berbeda di otak kami, jujur aku tidak melihat apa yang membuat dia tertawa, karena yang nampak di mataku hanyalah wajah kosong dan mata sayu yang kehilangan minat akan hidup. Benar benar kasihan.

Aku bilang gak usah di pikirkan, ntar kalo cuman HP gampang, tak cariin lagi, tus masalah surat surat yang di dompet ntar kita urus, tapi katanya Cuma dompet uang yang hilang, semua surat surat ada di tas.

“nah apa ku bilang? Kalau rejeki gak akan ke mana…” kataku mencoba bercanda lagi

“trus abis mandi mbak yun mau make baju apa? Jangan telanjang lho, karena di rumah ini cuman ada kita berdua, aku takut kagak nahan…” lanjutku menggoda dia

“yee…ya minjem baju ine to, kalau boleh…” jawabnya masih sambil senyam senyum

“boleh lah…apa sih yang gak boleh buat mbak yu kita yang paling maniizzz ini?” jawabku masih becanda

Dia kembali tersenyum sambil tersipu sipu


Aku masih mengaduk aduk telur orak arik saat mbak yun keluar dari kamar mandi yang ada di kamarku dengan di balut daster tidur cream milik istriku dari sutra tipis tak berlengan yang sedikit kebesaran dengan ‘V’ neck rendah dan panjangnya hanya sepanjang atas lutut (harusnya ukuran baju itu sepaha, tapi karena mbak yun bertubuh kecil dan pendek, jadinya agak kedodoran di bawah).

Rambutnya basah karena habis keramas. Aku sedikit tercengang, kalau tidak berjilbab, kakak iparku ini ternyata manis beneran. Pandanganku turun ke dada kecil dia, lalu ke pinggulnya. Kaos tidur ini terbuat dari bahan sutra yang tipis (ya kan buat tidur, jadi biar adem), bisa ku lihat tonjolan putingnya yang mencuat mungil di atas dadanya yang juga mungil dan di pinggulnya tidak ada siluet karet CD, dengan begitu aku berasumsi, mbak yun tidak memakai sepotong baju dalampun di balik kaos tidur istriku yang dia kenakan itu.

Aku menelan ludah. Di dalam otak kepala atasku bilang: jangan den! Jangan! JANGAN ! inget…!! Eling !! Nyadar !!
Tapi di dalam otak juniorku: Hmmm, aku gak tau apa yang ada di sana, si junior hanya langsung berdiri. Tegak! 100%! SIAP GRAK!!

“duduk mbak, ni sudah siap” kataku

Dia langsung duduk dan makan dengan lahap, ku kira dia betul betul lapar. Aku hanya menatapnya sambil tersenyum, aku lega dia sudah tidak canggung dan sungkan denganku lagi karena memang aku sebelumnya tidak begitu dekat dengannya. Habis makan dia langsung berdiri.

“biar aku yang cuci piraingnya dik” katanya, mungkin khawatir aku masih sungkan dan mencuci piring bekas makan kami itu sendiri.

“waduh mbak gak usah…gak usah sungkan maksudnya, silahkan tolong di cuciin, sekalian wajan bekas gorang telur tadi ya, dan please jangan lupa juga piring bekas sarapan tadi pagi hehehehe…” jawabku cengegesan

“dasar…” katanya sambil tertawa sambil membawa semua piring ke tempat cuci piring lalu mulai mencuci.

“yep, giliranku mandi” kataku sambil melompat dari kursi.

---
Aku keluar dari kamar, sudah mandi dan memakai cologne kesukaan iastriku. Ine selalu bilang, bau cologneku ini selalu membuat dia bergairah. Entah kenapa aku reflek mengguyurkannya ke badanku tadi. Aku juga hanya mengenakan baju kebesaranku kalau di rumah. Boxer kain lentur (melar) agak ketat dan kaos dalam berlengan putih. Aku gak begitu peduliin kata kata ine bahwa juniorku kelihatan terlalu menonjol di balik boxer ini dan selalu mengingatkan ku untuk menggenakan CD, apalagi kan ada latri. Tapi aku cuek abis make CD di dalem boxer kan tidak berperikejunioran, junior jadi sumpek & terpenjara. Dan kaos putih ini juga membuat dadaku yang bidang terlihat sedikit lebih menonjol.

Aku lihat mbak yuni sudah duduk di ruang keluarga sambil nonton TV. Aku notice, mbak yuni mengikuti gerakan ku dari ujung matanya dari mulai aku keluar kamar tadi, memang aku tidak langsung menghampiri dia melainkan menuju ke ruang tamu, mengambil tasku yang tadi aku tinggal di sana sewaktu mempersialahkan dia masuk. Aku mengambilnya lalu berjalan naik ke ruang kerjaku untuk menaruhnya di sana. Lagi lagi aku notice, pandangan mata mbak yuni secara diam diam masih mengikuti gerakanku.

Aku membanting tubuhku, menghempaskannya ke sofa panjang yang juga di pakai duduk mbak yun. Sambil mendesah panjang aku angkat kakiku ke footstool yang memang pasangan dari sofa itu.

“capek banget ya dik?” katanya membuka percakapan

“lumayan mba, kantor membuka cabang baru dan aku yang di minta mengkoordinasikan semua” jawabku

“dan lagi, beberapa hari ini harus bangun pagi pagi, bersih bersih rumah dulu, kan gak ada ine sama latri, aku gak mau juga ntar kalo ine pulang rumah jadi kotor, ine kan juga sedikit alergi debu, jadi sebisa mungkin kita jaga rumah sedikit bersih”

“ine beruntung ya?” jawabnya lagi

“beruntung apanya?”

“ya itu, punya suami lucu, baik dan perhatian, macam kamu, bahkan alergi dia saja kamu care bener, kalau mas mu, jangankan bersihin rumah…”

“sudahlah lah mbak manisss…” potongku, aku gak mau mengarahkan pembicaraan ke masalah dia, tidak malam ini. Karena it just not good, tubuh dan pikiran dia perlu istirahat dari masalah itu, perlu ‘berlibur sejenak’ dari pemikiran pemikiran yang berat itu

“every body different, dan percayalah, aku juga gak sebaik itu…yach, walo memang benar kalo aku tuh lucu, imut, ganteng, pinter, humoris…banyak juga orang bilang aku kharismatik dan sebagian lagi bilang aku tuh sexy, itu belum predikat macho yang selalu mereka gosipkan di balik punggung ku…tapi, apa boleh buat…aku…”

“halah…halah…sudah…sudah, narsis banget nih anak, gak isa di puji sedikit…hihihi…” kata mbak yun sambil mencubit pinggangku dengan gemas.

Menanggapi cubitan itu, aku cuman tersenyum simpul sambil meliriknya.

“eh, mulai ngajakin cubit cubitan?” sergahku, dan dia cuman tersenyum

Mata kami bertemu, kulihat matanya meredup. Sinar kepsrahan sekilas memercik di sana. Dalam tahap ini, aku fully aware, berdasarkan pengalaman, dengan sedikit kocekan, wanita manapun akan bisa kamu bawa ke ranjang. Trust me. Tapi pertanyaannya; apa bener aku mau membawa mbak yun, kakak iparku ke ranjang? Mataku turun ke lehernya yang kecil namun jenjang dengan ukuran tubuhnya, bergerak naik turun berusaha menelan ludah di tenggorokan yang kering tercekat. Satu tanda lanjutan!

Lalu ke dadanya yang kecil dengan putting yang mencuat dari balik kaos daster sutra tipis yang dia kenalkan, dada dan puting yang telah memberikan asi kepada kedua anaknya. Putting yang telah di kenyot abis oleh dua orang anak masing masing selama 8-9 bulan. Lalu ke pinggulnya yang juga kecil dan ramping, entah kenapa otomatis otakku mengukur, karena pendeknya tubuh mbak yun, jarak di antara pangkal paha, tempat lobang memeknya dan pangkal dinding rahimnya tentunya sangat pendek. Dengan begitu, kalau di terobos kontholku tentunya akan mentok sampai dasar sebelum semua panjang batangku tertelan oleh saluran vaginanya.

Lalu ku lihat kanannya yang dia tumpangkan diatas paha kirinya, keduanya semakin dia tekan, semakin di rapatkan, biasanya hal ini di lakukan wanita untuk menahan ‘sensasi’ yang ada di bibir vagina mereka apabila mereka mulai terangsang. Satu lagi tanda lanjutan… Plus dan di tambah kenyataan yang sudah aku ketahui sebelumnya, kalau mbak yun, kakak iparku yang imut dan mungil ini tidak memakai satu potongpun CD di balik kaos tidurnya.


”kenapa dik? Kok lihatnya begitu” katanya dengan intonasi yang berusaha dia jaga ketenangannya, namun yang meluncur bukannya kata kata yang tenang, melainkan suara parau tercekat yang seperti menahan sesuatu.

Aku masih kalem, aku adalah laki laki brengsek berpengalaman yang telah malang melintang di dunia perlendiran yang licin dan basah selama bertahun tahun. Menghadapai wanita despered, butuh belaian dan gampang terangsang bukan kali pertamanya bagiku. Memang sebagian besar berakhir di ranjang. I’m a jerk, I know!

“enggak kok! Eh, mbak kalau di lihat tanpa jilbab dan make up emang beda ya? Maksudku, sebenernya lelaki manapun yang bisa mendapatkan mbak, bisa di bilang sangat beruntung…” jawabku masih sambil tersenyum

“ah, kamu bisa aja dik, menghibur wanita yang sudah di campakkan ini…” katanya dengan senyum kecut

Aku menggeleng sambil tersenyum, masih dengan mata yang tajam menatap matanya. Dia menelan ludah kembali. Di sini sebenarnya sudah 80% goal kalau langsung aku tubruk. Kemungkinan besar dia pasrah, atau malah memberikan ‘perlawanan’ yang panas. Tetapi aku masih ingin menahan diri, lagipula dia kakak iparku sendiri, masa adik ipar sudah aku entot, kakak ipar mau aku makan juga?

“nggak ada yang namanya mencampakkan dan tercampakkan di dalam suatu hubungan cinta mba, yang ada adalah jalan yang memang harus di tempuh oleh masing masing pihak, jangan menyerah untuk mengarungi hidup mba, aku yakin, suatu saat nanti jalan hidup bisa berganti cerita…” jawabku

Mata mbak yun langsung memerah, raut mukanya kembali menyiratkan kesedihan yang sulit diukur, dan tangisnya mulai meledak. Bagaimanapun aku mencoba kelauar dari topik pembicaraan itu, nyatanya semua masalahnya masih bergantung di otak dan hatinya, dan belum tersalurkan. Aku mengulurkan tanganku untuk memeluknya, aku elus pundaknya, lalu punggungnya dan menariknya ke arahku, membiarkannya menggunakan bahuku untuk menagis sepuasnya. Hampir 20 menit aku menyangga kepalanya di bahuku. Tarikan nafas tersenggal karena tangisannya membuat tubuh kecil itu seperti di hentak hentakkan ke dadaku. Setelah kurasa dia sedikit dapat menguasai diri, dia melepaskan pelukannya. Sambil kelabakan, mba yun menghapus air mata yang masih meleleh di pipinya. Aku meraih tissue lalu membantu mengelapnya.

“maksih dik…” katanya

“untuk apa? Untuk telor gorengnya atau…?”

“untuk minjemin bahu buat mbak menangis, rasanya agak lega sekarang”

“kalo bahuku knock down, dan dapat dilepas seperti robot, tentunya aku rela melepasnya, tak peinjemke ke mbak buat di bawa mbak ke manapun, kali kali aja butuh sewaktu waktu. Asal jangan di tinggal di halte aja”

“hehehe…” dia tertawa masih di antara senggalan sisa tangisnya.
“dan sorry, bajumu jadi basah gitu” tambahnya

“gak papa mbak, udah biasa…soalnya gak tau kenapa cewe kalau ada di dekat dekat aku pasti bawaannya basah mlulu…” godaku

“hihihi…basah yang mana nih? Atas apa bawah?” jawabnya sudah mulai agak bisa bicara konyol lagi, walau masih di sela isak tangisnya.

“ya atas bawah hehehe…” candaku lagi

“hihihi…ada ada aja” jawabnya sambil masih mengusap air matanya yang masih mengalir.

“eh, ini thomas-uber cup, game nya Indonesia lawan mana sih? Ini system group kan?” kataku pura pura mengalihkan pembicaraan ke tayangan TV.

“nggak tau tuh dik, mba jarang nonton TV akhir akhir ni…” jawabnya pendek

“ya kalo di sini, mba boleh nonton TV sepuasnya…hehehe…eh, btw, maaf nih kalo terlalu mencampuri, mba cuman make baju luar aja ya?” tanyaku menggoda dan becanda lagi

“maksudnya?” tanyanya balik

“maksudnya, kan di lemari ada juga daleman ine, kalau mba mau bisa juga di pakai, biar mba nyaman…” lanjutku

“eh? Dari mana kamu tahu aku tidak memakai daleman? Kamu ngintip ya?” selidiknya dengan setengah becanda, sok pura-pura marah sambil menyilangkan tangannya ke dada.

“buset, curigation amat…ya kelihatan lah mba, emang saya anak kecil, enggak maksudnya cuman ngingetin aja, kali aja mba mau make, cuman biar mba nyaman aja…jangan berpikiran salah gitu ah mba, sensi amat, macem lagi dapet…hehehe…”

“maunya sih, cuman ga enak sudah di tolongin masa CD nya mbak pake juga, lagian CD ine bagus bagus, pasti mahal mahal ya?”

“ya mungkin, ada sih beberapa yang tak beliin buat hadiah pas ada moment special, emang aga sedikit mahal, tapi ga papa, kalo mba butuh di pakai aja, tapi kalau mba merasa ngga nyaman make CD orang, ya terpaksa nunggu besok, baru kita bisa belanja”

“iya, besok aja, lagian gak pake gini malah sejuk…hihihi…eh, btw setahu mba kalo suami sampai perhatian beliin CD istrinya, berarti sayang banget ya?”

“ya biasa aja mba, sayang ya pasti dunk…tapi missal ga mau make CD nya, kan BH isa mba pake, daripada nyeplak gitu, bikin cenat cenut yang ngelihat hehehe…”

“maunya…tapi BH ine kegedean…punya mba kan kecil…” katanya tersipu sambil tangannya secara reflek melintang di dadanya lagi.
“lagian kamu juga dik, ngapain liat liat dada mba?”

“abis imut hihihi…”

“dasar”

“lagian mba juga lirak lirik ke ‘ini’ ku” kataku nyeplos sambil nunjuk kontolku yang masih ¾ tegang.

“abis gede” jawabnya gak kalah selebor “berapa cm tuh?”

“mmm…ga pernah ngukur sih, mungkin sekitar 21cm kalau tegang penuh…” jawabku santai

“sshhhhppp…gak muat…” kata mbak yun sambil membuat mimik muka linu

“nggak muat di mana? mana tahu kalau belom pernah di coba?”

“hehehe…jangan mancig mancing ah, ntar mbak mau lho…hehehe…”

Aku tidak menjawab, hanya tersenyum sambil menatap matanya. Dan seperti yang kuharapkan, dia balik menatapku, ini artinya dia sudah mempunyai tekad dan keberanian untuk melakukan apapun saat ini. Ku lihat dia beberapa kali menelan ludah di tenggorokannya yang aku tahu pasti luar biasa kering sekarang. Aku yakin, libidonya benar benar sudah terpancing.

“yawdah mba, aku mau tidur, besok harus berangkat pagi soalnya ada kerjaan yang musti di selesein pagi pagi, kalau isa aku ntar pulang setengah hari buat nganter mba belanja baju dan keperluan apapun yang mba butuhin…”

“nggak usah ngerepotin dik, mba ngga ada duit, ini aja mau minjem ine buat balik ke rumah besok kalo ine sudah dateng…”

“halah, emang perlengkapan cewe berapa sih? Kalo cuman CD ma BH aja aku masih kuat kok beliin…” kataku memotong

“hihihi…makasih dik, kalian sekeluarga baik banget”

“sudahlah mba, santai aja…btw, mba malam ni bobo di mana ya?”

“mana aja…mba bisa kok”

“mmm…kamar jagoan (anakku), jangan dia paling ga suka ada orang nyentuh kasurnya, soalnya kamar tamu masih belum di bersihin, mmm masa mau di kamar latri? Jangan ah, gini aja, mending mba tidur di kamar ku, aku tidur di sofa…”

“jangan lah dik, masa tuan rumah malah tidur di luar, mba aja yang tidur di luar malam ini, baru besok kamarnya mba bersihin…”

“jangan mba, pokoknya mba tidur di kamar ku aja, aku yang di luar” kataku sedikit memaksa

“iya deh, kalo gitu biar adil, kita tidur aja di kamar bareng…” usulnya. Lha ini yang aku tunggu, aku paling suka untuk menggiring perempuan agar seolah olah dia yang mengambil inisiatif. Dah ku bilang kan kalo aku penjahat?

“eh? Apa gak bahaya tuh bobo bareng?” tanyaku

“enggak lah, bahaya apanya kalo bobo bareng, kalau melek bareng lha itu baru…” candanya.

“OK, kalau mba maunya begitu” lanjutku

Di kamar, kami mulai berbaring. Dia memunggungiku sedangkan aku menghadap ke arahnya. Aku tutupkan selimut ku, karena malam itu memang dingin, dan aku melihat dia meringkuk menahan dingin (di tambah, AC yang sengaja aku gedein dikit..hehehe…).

“makasih” katanya setelah aku selimutin

“yup” kataku masih di luar selimut

“kamu tidak dingin dik?” tanyanya

“lumayan, napa iq?” jawabku polos

“sini lah, masuk ke selimut” katanya sambil masih memunggungiku

Aku segera masuk ke selimut, masih berusaha menjaga jarak. Damn, aku sebenarnya konak benar, tapi di dalam otak sehatku masih ada sisa sisa pertahanan untuk menjaga sisa sisa kehormatan wanita malang ini, kakak iparku yang sudah di zolimi oleh suaminya. Maka melawan segala dorongan libidoku aku menjaga jarak, walau sudah sama sama berada di dalam selimut. Sampai, mba yun sedikit membungkukkan lagi badannya. Sontak pantat kecil dia menyundul kontolku yang memang sudah sejak tadi berdiri tegak.

JDUG

“oughh..!” erangku pendek

“eh, maaf…” katanya

“ga papa, emang selimutnya agak sempit kok” kilahku singkat, padahal selimutnya lebih dari lebar…hehehe…

“iya” katanya tidak kalah singkat, tetapi tanpa menggeser posisinya.

Jadinya posisi kami sangat rapat, punggung nya menempel di dadaku. Bisa ku rasakan detak jantungnya yang benar benar tidak normal. Seakan berpacu. Dan pantatnya lembut menempel di kontolku, dengan pembatas dua lembar kain tipis, dasternya dan boxerku. Toh itu sama sekali tidak bisa membatasi sensasi panas yang terasa di kulit kontolku, entah apa efeknya terhadap pantat kecilnya. Aku melingkarkan tanganku ke badannyayang sejak dari tadi aku tarik ke belakang punggungku sendiri

“maaf mba, tanganku agak pegel kalau di belakang terus” kataku

“iya gak papa, malah anget…” bisiknya

Dengan posisi memeluknya dari belakang sepereti itu, otomatis lingkaran tanganku langsung mendarat di lokasi seputar dadanya. Libidoku tambah naik, meledak. Seakan benteng tipis pertahananku yang aku jaga mati matian tadi di labrak oleh peluru meriam super besar. Sekonyong konyong jebol, aku tahu pada titik ini, aku pasti sudah tidak akan bisa megontrol diriku lagi. oh, betapa brengseknya aku…

Tanganku mulai merayap ke dadanya,menjamahnya dan meremasnya meremasnya. Sedangkan tiupan nafas panasku sengaja aku semburkan ke tengkuknya. Dan di bawah, kontol tegakku ku gesek gesekkan ke belahan pantat kecilnya. Tidak ada indikasi perlawanan dari mbak yun, aku kira dia mencoba pura pura tidur, atau pura pura tidak merespon kelakuanku. Tapi sekilas, aku dengar desahan kecil. Didorong oleh semua factor, tanganku bergerak ke pinggulku sendiri, dan dengan gerakan cekatan seorang pejuang lendir, boxer ku sudah kulepaskan. Kini tinggal kontol telanjangku menempel pada bagian luar dasternya. Dan sekali gerak lagi, daster itu terangkat sampai di pangkal pinggangnya. Terasa ujung kontolku menempel langsung dengan daerah yang sudah luar biasa basah. Vagina mba yul!

Tanpa tunggu lama, tanganku kembali ke bukit kecil di dada mbak yun, sedangkan kontolku berusaha menerobos memeknya yang sudah terlewati dua orang anak itu. Walaupun memek itu kecil, tetapi daya elastisitas dan cairan licin yang sudah melumurinya sangat memudahkan kontolku untuk menerobos relungnya. Bleeeessss… ku dengar mbak yun melenguh. Tetapi setengah jalan kontolku menyusuri lobang vagina lembutnya yang super basah itu…DUK!

Mentok!
Apa ku bilang, relung vaginanya cetek! Wanita dengan relung seperti ini sangat jarang, mungkin 1000:1. Dan rasanya ngentotin wanita model gini man…tiada duanya. Aku mendorong kontolku lagi. Kupaksakan. Aku merasakan dada mbak yun berhenti bergerak, dia menahan nafas. Aku paksakan lagi, dan lagi, dan lagi. Kontolku melejat lejat liar memenuhi relung vaginanya, seakan kontolku mengobok obok semua relung vaginanya sampai batas yang terdalam. Aku tahan sumpalan kontolku di sana sejenak, lalu aku tarik mundur sedikit pantatku. Dan di saat dia melepaskan nafasnya. Sekuat Tenaga aku lesakkan lagi ke dalam.

“HEGGGTTHH!” sentaknya sepontan sambil menutupi mulutnya dengan tangannya sendiri.

Rangsangan itu begitu besar menerpa dadaku. Kenikmatan mentok di relung vaginanya, membayangkan letupan kebutuhan dan gairah seorang wanita menikah yang mungkin sudah berbulan bulan tidak terpenuhi membuatku begitu melayang, begitu terangsang. Di tambah tingkah laku jaim yang di tunjukkan oleh kakak iparku itu, yang seakan tidak mau berterus terang kalau dia juga menikmati persetubuhan ini, membuatku semakin melayang. Ku tinggalkan dada mungil nya, kini tanganku mencengkeram erat pinggulnya, membantu hentakan gerakan pinggulku yang seperti kesetanan, bak piston dengan kekuatan penuh memompa relung vaginanya dari belakang. Sedangkan dia terlonjak lonjak seiring dengan ritme sodokanku.

JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !! JEDUK !!
Aku terus memompa, dan dia kini membekapkan kedua tangannya ke mulutnya sendiri. Linu, nikmat, sensasional…pokoknya sangat susah di gambarkan apa yang aku rasakan saat itu.

“EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !! EGH !!” Suara suara hentakan nafasnya terdengar seiring hujaman kontolku di vaginanya.

Masih dengan kedua tangannya membekap mulutnya sendiri, aku melihat lelehan air mata di pipinya, tapi tanpa isyarat penolakan sama sekali, entah mengapa hal itu malah semakin melambungkan gairahku. Hampir 20 menit aku menyentak sentakkan kontolku di relung vaginanya, dan entah berapa kali aku merasa ada siraman panas di sana. Entah berapa kali dia mendapatkan orgasme, yang pasti giliranku hampir sampai. Aku hentakkan kuat kuat pinggulku, ku hujamkan dalam dalam kontolku di trelung vaginanya dan ku semburkan pejuhku kuat kuat di sana. Kurasakan dia juga mengejang dan menahan lenguhan…

CROTT !! CROTT…!!! CROOOTT…CROT…CROTT!!!
Entah berapa kali aku melejang, mengejang dan menyambur, diriringi lenguhan, akupun lemas di belakang tubuh mugil kakak iparku. Sengaja kontolku tidak aku lepas, aku peluk dia lagi erat erat dan ku pejamkan mataku. Malam itu aku ingin tertidur dengan kontol masih ada di dalam vagina mbak yun, kakak iparku yang mungil dan manis. Tak di sangka, dia juga memeluk erat tanganku dan ikut tertidur pula di pelukanku.

---
To be Conticrot...