Sabtu, 01 Desember 2012

bagian 6

LATRI

Aku masih menggenjot memek umy ketika BEL PINTU di rumahku berdenting. Sekertarisku yang dalam posisi terlentang itu terlonjak lonjak seirama dengan kayuhanku. Kakinya yang sebelumnya menjuntai juntai ke samping ranjangku kini terangkat angkat seiring meningkatnya RPM sodokanku. Tubuhnya yang chubby meliuk, tangannya mencengkeram dadaku dan teriakkannya gaduh. Memang Umy selalu berteriak teriak heboh ketika kami bersenggama.

Kamarin sore mbak yun harus kembali ke kotanya setelah mendapat kabar bahwa surat cerainya sudah turun dan ada beberapa berkas yang harus di tanda tangani. Aku mengantarkannya ke pul travel dan memberinya uang saku yang cukup. Sebelum dia berangkat, dengan mesra dia memagut bibirku dan membuatku berjanji untuk mengunjunginya suatu saat. Dan aku pun menawarkan padanya untuk tinggal di semarang dan mencoba mencari pekerjaan di sini. Mungkin dia bisa tinggal di rumahku sementara dia mencari pekerjaan. Bahkan aku berencana mengenalkan ke salah satu kolegaku untuk dapat di terima bekerja di perusahaan dia. Dia menyetujuinya sambil tersenyum penuh arti.

“OOOOHHHHH…PAAAAKKKKK…!!!”

Umy mengejang ngejang sementara maniku ku semprotkan semuanya ke relung vaginanya. Kontolku ku benamkan sedalam dalamnya. Sementara Umy langsung tergeletak lemas, aku masih menyodok nyodokkan penisku untuk menikmati sisa sisa orgasme yang masih menggelayut di ujung batang zakarku. Umy kembali tergoncang. Aku mengecup bibirnya dalam dalam.

“ada yang pencet bel” kataku di sela engahan.

“AGHH…”

Erangnya pelan saat aku mencabut senjataku dari liang memeknya. Sekilas kulihat spermaku meleleh keluar dari bibir vaginanya yang memerah setelah hampir setengah jam ku genjot tadi. Pagi itu Umy, sekertarisku, memang kuminta datang ke rumah sambil membawakan materi rapat untuk nanti siang, karena aku bilang padanya bahwa hari itu aku akan berangkat siang, kemaren kelelahan ‘mengurusi’ kakak ipar ponakanku yang sedang dalam proses perceraian. Tentu aku tidak menjelaskan dengan detail maskud dari ‘mengurusi’ tersebut.

Umy datang sesaat setelah aku keluar dari kamar mandi. Karena aku tahu kalau yang datang dia, tanpa repot repot memakai baju aku langsung membukakan pintu. Tanpa di komando, dia mengikutiku ke kamar dan kita ngesex. Kita memang sering banget ngesex tak tahu tempat, kadang di kantor, di sela sela break rapat, di apartemen dia, di hotel, bahkan pernah di parkiran kantor.

Dengan hanya memakai kimono sembarangan aku bergegas kea rah pintu

“siapa?” tanyaku

“pah, ini aku Latri…” jawab suara dari luar

Eh? Latri?? Pintupun ku buka sambil kubenahi kimonoku yang serampangan.

“lho, gak menunggu rombongan yang dari mbak yun gedhe lat?”

“enggak pah, jadwal rombongan mama masih TIGA HARI lagi, latri udah bosen di kampung”

“ooo…yaudah masuk, bawaanmu mana?”

“cuman ini aja kok pah, kemaren juga latri gak bawa baju banyak waktu balik ke kampung, cuman ini ada oleh oleh dari emak” katanya sambil melangkah masuk

“weh, kok repot repot to lat…”

“ennggak kok pah, cuman sedikit…mmm…papah gak sendiri yah?” tanyanya dengan menyelidik

“enggak, ada bu Umy tuh di kamar”

“eh? Bu Umy? Di kamar? Kok di kamar pah?” tanyanya terkejut sedikit menyelidik

“eh…dia numpang ke kamar mandi, tadi dateng bawain berkas buat rapat nanti siang”

“oooo…” katanya masih (kelihatan) menyelidik sambil melihat badanku yang masih penuh keringat

“ya udah pah, latri permisi ke kamar dulu pah” lanjutnya

“ok” jawabku pendek “lat, ntar malem gak usah masak aja, kita makan di luar, papah paling pulang sebelum jam 6, mandi bentar trus kita keluar yah?”

“ya pah…” katanya sambil berjalan masuk ke kamarnya, di depan kamarku dia sempat berhenti dan melirik ke dalam, untung saja Umy sudah tidak tergolek telanjang di atas ranjangku dengan berlumuran lendir, kalau tidak…ya ga papa sih, sbenernya…

---

“lat…” panggilku sambil membuka pintu kamarnya

“ya pah…” sambil reflek menutupkan handuk ke badannya. Rupanya dia habis mandi dan sedang mau berganti baju.

“eh, maaf…” kataku sambil mencoba menutup pintu kamarnya lagi

“ah…gak apa kali pah…” jawabnya polos sambil tersenyum aneh

“eeh...gini, papah berangkat dulu, kamu istirahat aja dulu gak usah kerjain apa apa kan masi capek habis perjalanan, tadi pagi papah sudah bersihin rumah kok, cuman nanti akan ada orang anterin laundry, uangnya di meja telfon…eeemm, apa lagi ya? Eh, dan untuk makan siang, papa dari kemaren cuman beli roti, semua ada di kulkas, kamu makan aja...”

“ya pah…”

“kamu mau nitip apa kalau papah pulang nanti?” tanyaku lagi

“enggak pah, makasih…kan katanya mau keluar lagi”

“eh, iya ding…ya udah, baik baik ya di rumah”

Latri cuman tersenyum dan mengangguk. Sumpah man, gimana gitu. Sekilas terbayang adegan ciuman kita beberapa minggu yang lalu. Akupun mengerjap, memaksakan kesadaranku untuk segera kembali ke akal sehat, lalu berbalik. Beberapa langkah kemudian aku menegok dia. Dia masih mematung di posisinya semula masih dengan hanya selembar handuk yang menutupi badannya sambil masih (juga) tersenyum, kali ini sedikit ada pancaran geli di matanya. Sialan memang anak 17 tahun ini. Dan sejak ciuman itu, aku selalu salting di depan dia. Brengsek, macem ABG aja aku nih!

---

Aku bergegas membuka pintu depan, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 18.45, memang pertemuan itu memakan waktu sedikit lebih lama dari yang ku perkirakan. Tapi sebenernya SO WHAT? Kenapa hanya karena terlambat sedikit dari janji pulang sebelum jam 6 dengan pembantu kecilku, latri, aku jadi grasa grusuh gini? Macem abg janjian ama gebetan barunya aja. Memasuki ruang tamu, kucoba untuk meraih kembali kendali diriku. Kupelankan langkahku, ku atur nafasku dan ku buat pembawaanku sekalem mungkin. Dan aku kembali melangkah.

Diruang tengah kulihat latri sudah rapih, duduk dengan manis dengan menonton tayangan sore. Aku berdehem, dengan ringan ku lihat dia menoleh.

“eh? Papah? maaf pah, latri gak mendengar mobil papah masuk ke halaman…jadi tidak bukain pintu…” katanya sambil bergegas bengkit dan mengulurkan tangannya untuk mengambil koper kerjaku.

“eh, ga papa lat, papa emang ga masuk halaman, mobil papa parkir di jalan…emm, maaf papah agak telat, soalnya tadi rapat…ee…”

“ya gak papa to pah, kan kerjaan papah lebih penting…” katanya sambil tersenyum

Aku hanya bisa membalas senyumannya sambil garuk garuk kepala… kemaren kakak iparku yang sok berperan sebagai istri yang manis, sekarang ada anak umur 17an yang sok mengerti aku, sok jadi seperti pacar yang pengertian. Panggilnya papah, tapi sikapnya GFE. Buset, what a life I had.

Geleng geleng kepala aku menggeloyor ke kamar, sekilas ku lirik latri yang berjalan kearah ruangan kerjaku untuk menaruh koperku di sana. Dia kulihat memakai kaos ketat lengan panjang berwarna pink muda dengan potongan leher sampai bahu, daleman you can see kuning tampak melintang di pundaknya, di padu dengan semcam balero jala jala putih yang agak gombrong sepaha. Sedangkan di bawahnya dia memakai hotpants dari jeans hitam sebatas paha yang mempertontonkan kakinya yang jenjang dan putih khas remaja.

Rambutnya di sisir ke belakang dengan memakai japitan di tengah kepala dan sisanya di biarkan tergerai. Di telinganya dua anting berbentuk Winnie the pooh berwarna senada dengan kaosnya menempel dengan lucu, dan beberapa gelang warna warni menghiasi tangan tangan rampingnya, tidak lupa beberapa aksesoris kalung juga menjuntai dengan indah melewati dada kecilnya. Sepatu flat standar yang dia pakai aku ingat betul, itu hadiah ulang tahun dari kami sekeluarga, sepatu keluaran zara ini memang sedikit agak mahal untuk hadiah kepada pembantu, tetapi sekali lagi latri sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Tidak ada istilah pembantu di keluarga kami, semuanya bekerja sama dalam hal mengurusi rumah.

Tak lama kemudian aku bergegas keluar dari kamar mandi, kulihat sebuah celana jeans dan T-Shirt hitam faforitku, dengan seperangkat pakaian dalam sudah ada di ranjangku yang sudah diganti spreinya. Sprei yang seingatku tadi pagi penuh dengan lelehan lendirku dan Umy yang aku genjot di sana. Aku tersenyum simpul memikirkan betapa beruntungnya nasib bajingan seperti diriku. Sambil garuk garuk keapala aku pun memungut pakaian yang sudah di siapkan gadis kecilku itu. Ah, bahkan sampai berpakaianpun dengan halus latri berhasil mengaturku. Aku semakin geleng geleng kepala. What a life!

“sudah siap?” tanyaku saat kulihat latri dengan telaten duduk di ruang tangah, sedang TV sudah dia matiin.

“sudah pah” jawabnya. Aku semakin geleng geleng kepala. Prasaan jadi kaya mo ngedate…padahal cuman mau makan aja.

latri mau makan apa?” tanyaku ketika mobil kita sudah mulai jalan

“apa aja deh pah” jawabnya yang duduk di sampingku

“papah ajak ke tempat yang special, namanya laluna, tempatnya asik dari sana bisa liat pemandangan simpang lima”

“wah, kedengarannya asik banget tuh pah” jawabnya, entah beneran ato tidak tetapi matanya kulihat berbinar semangat seiring dengan senyum lepasnya waktu mengatakan hal itu, sesuatu yang akan bikin cowo manapun akan berbesar hati karena merasa amat sangat di hargai pilihannya. Bisa aja nih anak!

Aku segera berbelok ke arah ruang parkir yang kosong, kamipun segera keluar dari mobil. Waktu menunjukkan pukul 19.15 saat aku lirik jam tanganku.

latri sudah lapar banget atau mau jalan jalan dulu di mall?” tawarku pada gadis kecil yang sekarang berjalan sedikit menghimpit di sebelah kiriku.

“mmm…kalau papah ngasih pilihan jalan dulu, ya…jalan dulu lah pah…” jawabnya sambil tertawa renyah.

“so it is…” desahku

Kamipun memasuki jembatan yang menghubungkan tempat parkir dengan mall. Sepanjang jalan latri kelihatan riang. Seperti layaknya ABG aktif, dia ‘meloncat’ dari stand ke stand lain sambil memegang apapun yang berbau fashion dan pernak perniknya. Dan aku seperti om genit yang tolol mengikuti kemanapun arah langkahnya. Sesekali dia mengapit mesra tanganku sambil menunjukkan barang barang yang membuat dia tertarik. Setiap kali pula aku menawarkan apakah dia mau membelinya, dan hampir setiap kali dia menolaknya, dia cuman mau windows shopping, katanya. Dan lucunya setiap kali ada orang memandang aneh kepada kami, karena (sumpah) ane emang nampak seperti om om genit yang baru nurutin keinginan ABG simpenannya, dia selalu (mungkin) dengan sengaja panggil aku ‘papa’ dengan keras. Mungkin latri mengira panggilan itu bisa mengaburkan pandangan negative mereka. Bisa aja ni anak. Seperti di salah satu boutique yang kita masukin.

“pah ini bagus ga?” kata latri dengan keras setelah dia memilih dan mencoba sebuah dress terusan dengan atasan model gombrong dan bawahan berupa rok mini yang ketat berwarna hijau gelap yang kontras dengan kulitnya yang putih

Aku tidak menjawab hanya tersenyum kalem sambil mengacungkan jempol

“putrinya pak?” tanya salah satu dari mereka, aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan itu

“udah besar ya? Padahal papanya masih muda gini” kata mbak itu semakin genit

“yah…aku bersyukur sekarang, do’a ku dijawab oleh Tuhan; kenakalan masa remajaku ternyata di ampuni oleh tuhan dengan mengirimkan malaikat cantik itu kepadaku” jawabku sedikit berteka teki

“ooo…terus mamanya? Eh, maaf lho pak, malah jadi nanya nanya, abis penasaran cii…hihihi…”

“pernah liat pernikahan usia dini bermasalah?” jawabku sambil meliriknya

“buuuuannyyaaaakk banget kalee pak, malah hampir semua…” jawabnya

“nah itulah yang terjadi” aku tersenyum lagi sambil mengangguk angguk ke arah latri ketika memberikan persetujuan atas baju lain yang sedang dia coba

“ooo…ic…mau dunk jadi mama nya…hihihi…” temennya ikut menimpali

Aku hanya tersenyum geli mendapati ‘sandiwara’ spontan kami di respon dengan sangat meyakinkan oleh orang orang itu. 20.30 kami duduk di restoran di meja yang memang sudah saya pesan sebelumnya. Beberapa tas belanjaan terpapar di samping kursi latri. Akhirnya belanja juga…

“makasih ya pah, malah jadi beli beliin latri yang macem macem…” katanya ketika pelayan yang mencatat pesanan kami berlalu

Aku hanya tersenyum memandang wajah dia. Entah apa yang ada di otakku

“iya, pemandangannya indah banget dari sini pah…kalau gak di ajak papah mana mungkin latri sampai ke tempat ini”

“iya, kadang papah kalau merenung suka ke sini sendirian, tempatnya adem dan inspiratif…”

“dan romantis…” timpalnya

“eh? Oya? Mnurut kamu gitu?” aku sedikit geli dengan kata itu

Latri hanya tersenyum.

--
To be conticrot...

1 komentar: